(IslamToday ID) – Federasi Serikat Pekerja Tekstil Sandang Dan Kulit (SP TSK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menolak terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT).
Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto mengatakan, Permenaker No 2/2022 tersebut sangat merugikan kaum buruh, di mana pengambilan JHT yang dikelola oleh BP Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan harus menunggu usia 56 tahun. Walaupun buruh terkena PHK maupun mengundurkan diri atas kemauan sendiri tetap harus menunggu usia 56 tahun baru bisa dicairkan.
“Jaminan hari tua merupakan hak buruh, tabungan hari tua yang iurannya dipotong dari upah buruh dan disetorkan ke BP Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola dana buruh. Dengan terbitnya Permenaker No 2/2022 tersebut sangat merugikan kaum buruh,” kata Roy seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (14/2/2022).
Ia lantas menyinggung PP No 60/2015 jo PP No 19 Tahun 2015 yang memperbolehkan buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri untuk mengambil JHT, tanpa harus menunggu usia 56 tahun.
Sedangkan perubahan Permenaker No 19/2015 menjadi Permenaker No 2/2022, menurutnya, telah membuat buruh dalam posisi yang sangat dirugikan, di mana buruh hanya mengambil uang tabungan JHT harus menunggu usia 56 tahun.
“Padahal, buruh yang terkena PHK dan mengundurkan diri tentu saja sangat membutuhkan uang untuk melanjutkan kehidupannya pasca di-PHK dan mengundurkan diri, karena selama ini yang menjadi sumber dana buruh untuk melanjutkan hidup setelah di-PHK adalah uang JHT,” tutur Roy.
Ia menambahkan, dalam kondisi pandemi sekarang, PHK masih cukup tinggi. Sementara, tidak semua buruh yang di-PHK mendapatkan pesangon. Di mana dalam UU Cipta Kerja telah mengurangi uang pesangon yang diterima buruh apabila terjadi PHK.
“Tahun ini, upah buruh tidak naik ditambah lagi aturan Permenaker No 2/2022. Ini sangat merugikan buruh, lengkap sudah penderitaan kaum buruh. Sejarah kelam buat kaum buruh di mana kebijakan pemerintah tidak ada yang berpihak kepada kaum buruh,” ujarnya.
Oleh karena itu, FSP TSK SPSI menyatakan menolak Permenaker No 2/2022 dan mendesak Menteri Tenaga Kerja untuk segera mencabut aturan tersebut.
“Dan kami akan melakukan perlawanan secara masif baik secara hukum maupun dengan aksi-aksi, baik di kantor-kantor BP Jamsostek, maupun di kantor Menteri Tenaga Kerja. Serta tidak menutup kemungkinan buruh secara bersama-sama mengambil uang JHT dari BP Jamsostek sebelum Permenaker No 2/2022 berlaku efektif 2 Mei 2022,” pungkas Roy.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menekankan bahwa program JHT merupakan program perlindungan sosial jangka panjang bagi pekerja. Dana dari akumulasi iuran wajib peserta serta hasil pengembangannya sengaja dipersiapkan untuk perlindungan pekerja pada masa tua.
“Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang,” kata Kepala Biro Humas Kemenaker, Chairul Fadhly dalam sebuah keterangan di laman resmi Kemenaker.
Berdasarkan Permenaker No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, dana JHT hanya dapat dicairkan 100 persen saat pegawai berusia 56 tahun.
Namun, menurut UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), peserta yang membutuhkan dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT pada jangka waktu tertentu.
Pengajuan klaim sebagian dana JHT dapat dilakukan apabila peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun. Peserta dapat mencairkan dana sebesar 30 persen untuk kepemilikan rumah atau 10 persen untuk keperluan lainnya.
“Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” kata Chairul.
“Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” lanjutnya. [wip]