(IslamToday ID) – Direktur Sultanate Institute Tori Nuariza mengatakan riset tentang Situs Bongal telah dilakukan sejak 3 tahun terakhir. Riset diawali dengan survei kawasan dan temuan pada akhir tahun 2020.
Survei ini kemudian melahirkan kerja sama riset dan ekskavasi antara Sultanate Institute dengan Balai Arkeologi Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2021.
Sementara itu, riset pada tahun 2022 kali ini melibatkan para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang terdiri dari sejumlah pakar arkeologi sejarah, pakar arkeologi maritim, pakar geo-arkeologi, hingga pakar kehutanan.
Dalam riset pustaka yang dilakukan Sultanate disebutkan ada tiga pelabuhan terkenal pada abad 7 hingga 10 M, yaitu Fansur, Palembang, dan Lamuri. Informasi ini dapat ditemukan dalam Kitab Hudud Al-Alam, Muruj Adz-Dzahab, Ajaib Al-Hindi, Rihlah As-Sirafi, dan Al-Masalik wal Mamalik.
“Dalam studi pustaka pada kitab-kitab Islam klasik, kawasan Bongal ini memiliki indikasi kuat identik dengan Fansur. Kawasan ini menjadi penghasil komoditas kafur, gaharu, kemenyan, dan emas,” jelas Tori.
Komoditas ini menjadi daya tarik perdagangan internasional saat itu. Terlebih harga kafur pada era perdagangan itu lebih mahal nilainya daripada emas.
Informasi dari sejumlah catatan Islam klasik itu diperkuat dengan kondisi geografis Situs Bongal yang berada menjorok ke teluk. Selain itu juga diperkuat dengan temuan para arkeolog di situs ini.
Benda-benda yang ditemukan berasal dari abad 7 hingga abad ke 10. Yaitu sisir tenun, fragmen kayu kapal, pancang-pancang nibung yang menjadi struktur bangunan, koin era Umayyah dan Abbasiyah, botol kaca Timur Tengah (Syam), Alembic, tembikar berglasir dari Nisaphur dan Rayy, keramik Dinasti Tang, manik-manik kaca, fosil kafur, gaharu, dan temuan-temuan lainnya.
Tiga Rekomendasi
Mengingat pentingnya situs ini ada tiga hal yang harus dilakukan dalam pelestarian situs. Pertama, mendirikan on site museum di kawasan Situs Bongal yang berisi temuan-temuan dari situs tersebut.
Kedua, konservasi tiga komoditas aromatika, yaitu kafur, gaharu, dan kemenyan. Sebab hingga saat ini komoditas-komositas tersebut langka. Padahal masih diminati dunia, utamanya untuk aromaterapi dan keperluan medis.
“Yang ketiga kami meminta pemerintah provinsi dan pemerintah pusat segera menetapkan situs ini menjadi cagar budaya nasional dan juga membantu dukungan anggaran dalam rangka pelestarian kawasan bersejarah ini,” pungkas Tori
Dukungan Bupati
Sementara itu, Bupati Tapanuli Tengah Bakhtiar Ahmad Sibarani mendukung riset untuk mengungkap sejarah yang terkubur di Situs Bongal. Ia berharap kajian terhadap situs ini dilakukan dengan teliti.
“Saya mendukung ini digali (dikaji), namun harus teliti baik-baik, jangan sampai ada penyesatan sejarah, jangan sampai yang tidak tahu seolah-olah tahu,” ujarnya.
Bakhtiar mendukung penuh riset yang dilakukan oleh Sultanate Institute agar ini tidak hanya dikenal di Indonesia tapi juga dunia. Sehingga tidak hanya dapat ditetapkan sebagai cagar budaya nasional, tapi juga situs penting dunia.
“Tentu saya sebagai bupati, saya mendukung penuh ini digali oleh Sultanate Institute. Saya harap situs ini bisa dikenal bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia, dan dunia (UNESCO) menetapkannya sebagai situs penting,” jelas Bakhtiar usai menerima kunjungan tim peneliti Sultanate Institute dan perwakilan tim peneliti BRIN di Kantor Bupati Tapanuli Tengah, Rabu (23/2/2022).
Sejumlah kebijakan yang mendukung riset dan pelestarian situs ini telah dilakukan. Dari sisi infrastruktur, Pemkab Tapanuli Tengah telah memperbaiki akses untuk menuju Situs Bongal usai ekskavasi pertama di situs itu tahun 2021 lalu.
Seperti memperbaiki jalan dari Simpang Lopian menuju Desa Jago-jago serta membangun jembatan gantung di Desa Jago-jago. Kini jembatan itu menjadi akses utama para peneliti untuk menuju Situs Bongal. Pembangunan infrastruktur ini juga sangat bermanfaat bagi masyarakat setempat.
“Jadi apa yang dibutuhkan di sana dan langkah-langkah apa yang dilakukan Sultanate Institute pasti akan saya dukung sebagai bupati, dan kami tidak akan berdiam diri,” imbuhnya.
Dukungan tersebut diberikan Bakhtiar sebab ia menyadari ada sejarah penting yang terkubur di Situs Bongal. Riset terhadap Situs Bongal tentu sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi masyarakat.
“Saya minta masyarakat juga mendukung riset terhadap situs ini dengan tidak mengambil benda-benda tinggalan sejarah dari situs ini,” tegas Bakhtiar.
Ia juga siap mendukung langkah-langkah konservasi kawasan Situs Bongal, termasuk penanaman kafur kembali. Bakhtiar menyambut baik rencana penanaman kafur di kawasan itu. Terlebih kafur memang menjadi ciri khas Tapanuli Tengah. Pembudidayaan tanaman kafur masih dilakukan di Barus yang menjadi tanah kelahirannya.
“Rekomendasi apa yang diberikan Sultanate dan para peneliti kami siap mendukung. Kalau memang mau dilakukan penanaman kafur silakan, itu sah-sah saja,” ujarnya.
Lanjut Bakhtiar, tentu butuh perhatian dan kerja sama dari berbagai pihak dalam konservasi kawasan Situs Bongal, termasuk dukungan pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat.
Sebelumnya, pada 4 Oktober 2021 lalu, Direktur Media Literasi Nesia, Abu Bakar dan Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara Dr Ketut Wiradnyana berkunjung ke Kantor Bupati Tapanuli Tengah. Dalam pertemuan tersebut dibahas rencana pembangunan museum dan pengembangan kawasan Bongal. [Arief Setiyanto]