(IslamToday ID) – Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar aksi besar-besaran menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada Senin (11/4/2022).
Koordinator Media BEM SI Luthfi Yufrizal mengatakan, secara garis besar ada enam poin tuntutan dalam aksi turun ke jalan itu.
“Pertama, mendesak dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas menolak dan memberikan pernyataan sikap terhadap penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode, karena sangat jelas mengkhianati konstitusi negara,” ujarnya seperti dikutip dari Kompas, Sabtu (9/4/2022).
Kedua, menuntut dan mendesak Jokowi menunda dan mengkaji ulang Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN), termasuk pasal-pasal bermasalah dan dampak yang ditimbulkan dari aspek lingkungan, hukum, sosial, ekologi, politik, ekonomi, dan kebencanaan.
Ketiga, mendesak dan menuntut Jokowi menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di pasaran. “Tuntutan keempat, mendesak dan menuntut Jokowi mengusut tuntas para mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja menteri terkait,” kata Lutfhi.
Kelima, mendesak dan menuntut Jokowi menyelesaikan konflik agraria di Indonesia. Tuntutan terakhir, menuntut dan mendesak Jokowi-Maruf berkomitmen penuh menuntaskan janji-janji kampanye pada sisa masa jabatan.
BEM SI pun membantah kabar yang menyebut aksi mereka adalah untuk menuntut Jokowi mundur dari kursi presiden. Kabar liar itu sebelumnya muncul di media sosial, dipicu oleh keberadaan poster yang mengatasnamakan BEM SI dan mencantumkan pernyataan “Turunkan Jokowi dan Kroninya”.
Koordinator BEM SI Kaharuddin memastikan bahwa poster tersebut hoaks. “Belum ada poster aksi yang kami keluarkan,” katanya.
“Di sini kami bukan untuk menggulingkan (Jokowi), kami tegas bahwa mahasiswa berdiri tegak sebagai oposisi, sebagai pengawas dan pengontrol kebijakan pemerintah, karena hari ini oposisi itu lemah,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa aksi demonstrasi ini tidak ditunggangi oleh kubu politik mana pun, tetapi murni aspirasi dari berbagai daerah yang diserap para mahasiswa untuk disampaikan kepada penguasa.
Independensi BEM SI dari kepentingan politik tertentu, katanya, dapat dibuktikan lewat adanya kajian yang mendasari tuntutan-tuntutan kepada Istana.
“Bisa dilihat, setiap BEM SI melakukan aksi, itu ada kajian dari tuntutan yang dibawa. Ketika ada kajian, maka tidak bisa digerakkan oleh siapa pun,” ujar Kaharuddin.
Ancaman Pembubaran
Sampai Jumat kemarin, Polda Metro Jaya mengaku belum menerima surat pemberitahuan dari pihak mana pun terkait aksi demonstrasi yang bakal digelar di depan Istana Negara pada 11 April.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan mengatakan aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat dapat dibubarkan apabila tidak memiliki izin resmi dari kepolisian.
“Tentunya ada UU No 9 Tahun 1998, dalam Pasal 15 dijelaskan, demo atau unjuk rasa yang tidak mendapat izin atau laporan kepolisian ini dapat dibubarkan,” ujar Zulpan.
Ia menjelaskan bahwa massa aksi unjuk rasa harus terlebih dahulu mengajukan surat pemberitahuan dan permohonan izin kepada kepolisian paling tidak 3×24 jam sebelum pelaksanaan.
“Sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998. Namun, sampai saat ini kami tidak menerima permohonan untuk penyampaian pendapat di muka umum yang dimaksud,” kata Zulpan.
“Saya sampaikan ke kelompok masyarakat, apabila ingin menyampaikan pendapat di muka umum atau unjuk rasa, silakan sampaikan ke kepolisian,” tambahnya.
Namun pihak BEM SI mengklaim, pihaknya sudah melayangkan surat pemberitahuan kepada Polda Metro Jaya. “Sudah, surat sudah masuk. Bukan izin (aksi), tetapi pemberitahuan,” ujar Lutfhi.
Ia menyebutkan, ada kurang lebih 1.000 peserta aksi dari berbagai kampus di Indonesia yang akan turun ke jalan. [wip]