(IslamToday ID) – KontraS menilai aksi meminta sumbangan kepada warung makan yang dilakukan Komandan Rayon Militer (Danramil) 1701-02/Jayapura Utara Kapten Inf Yubelinus Simbiak memperlihatkan ada persoalan dalam integritas para prajurit TNI.
“Hal ini memperjelas bahwa saat ini memang ada problem yang sangat serius terkait profesionalisme prajurit,” kata Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy, Kamis (28/4/2022).
Di dalam surat sang Danramil disebutkan permintaan uang itu ditujukan untuk meminta bantuan dan partisipasi menjelang Hari Raya Idul Fitri 2022. Yubelinus juga dilaporkan meminta sumbangan berupa minuman kepada pedagang warung makan di Jayapura dengan alasan untuk disalurkan ke warga kurang mampu.
Menurut Andi, perbuatan meminta uang yang dilakukan prajurit TNI kepada para pedagang hanya memperlihatkan puncak kecil dari persoalan yang lebih besar.
“Kami menilai masalah ini hanyalah sebagian kecil dari berbagai problem yang ada. Sebab jika dibongkar lebih jauh, kami menduga terdapat praktik bisnis militer yang terjadi di Papua,” ujar Andi seperti dikutip dari Kompas.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Tatang Subarna membenarkan ihwal surat tersebut. Ia menyatakan meminta maaf dan Yubelinus bakal dijatuhi sanksi. “Akan memberikan sanksi karena telah mencoreng nama baik institusi,” ujar Tatang, Selasa (26/4/2022)
Menurutnya, Dandim 1701/Jayapura tidak pernah mengetahui perihal surat permintaan sumbangan itu. Ia meminta masyarakat segera melapor jika menemukan kejadian yang merugikan mereka yang melibatkan prajurit TNI.
Kodam XVII/Cenderawasih memerintahkan Yubelinus untuk mengembalikan semua barang yang diberikan oleh pedagang. Pihak Kodam juga telah meminta agar semua surat permintaan bantuan yang dikirimkan oleh Koramil Jayapura Utara ke pemilik usaha untuk ditarik.
Andi kembali menyinggung soal hasil penelitian sejumlah lembaga non pemerintah yang berjudul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya” yang menyoroti tentang keberadaan para purnawirawan dan prajurit militer aktif di perusahaan yang merupakan bentuk kaki kedua bisnis militer.
Riset itu dilakukan oleh YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, KontraS, Jatam, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama Koalisi Bersihkan Indonesia.
Laporan itu juga yang membuat advokat sekaligus pendiri firma hukum dan HAM Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dilaporkan oleh Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan ke Polda Metro Jaya.
Bahkan penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka pencemaran nama baik terhadap Luhut, padahal keduanya hanya membahas hasil riset itu dalam perbincangan yang diunggah di sebuah kanal YouTube.
Terungkapnya praktik meminta sumbangan yang dilakukan prajurit kepada warga sipil membuat Andi mempertanyakan slogan reformasi di tubuh TNI yang kerap digaungkan. Menurutnya, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. “Berkaitan dengan reformasi di tubuh TNI, sebetulnya tidak hanya mengalami pelambatan tetapi justru kemunduran,” katanya.
Menurut Andi, kemunduran proses reformasi di tubuh TNI bisa dilihat dari berbagai fakta. Yakni mulai dari pelibatan prajurit dalam urusan yang bukan tugas, pokok, dan fungsi seperti pengamanan demonstrasi maupun penanganan Covid-19, hingga adanya penempatan sejumlah prajurit TNI di posisi jabatan sipil. “Hal tersebut kemudian diperparah dengan mandeknya reformasi peradilan militer,” pungkasnya. [wip]