(IslamToday ID) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengaku jika bicara utang Indonesia sekarang biasanya menjadi sedikit baper alias bawa perasaan.
“Ketika saya berbicara soal utang di Indonesia, biasanya sedikit baper,” kata Sri Mulyani pada acara ‘UI International Conference on G20’ beberapa waktu lalu.
Pasalnya, utang Indonesia itu meningkat hanya pada kurun beberapa waktu terakhir ini saja. Utang yang meningkat, menurut Sri Mulyani, untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam negeri terutama buat penanganan pandemi Covid-19 dan juga pemulihan ekonomi nasional.
Rasio utang di Indonesia, diakui Sri Mulyani, saat ini masih dalam kondisi aman dan terkendali pada level 39,09 persen di akhir April dan buat posisi utang mencapai senilai Rp 7.040,32 triliun jumlahnya.
Meskipun demikian, menurut Sri Mulyani, sekarang kondisi ekonomi di Indonesia telah relatif baik yang ditunjukkan dari pemulihan ekonomi yang terus berlangsung kuat, dan aktivitas dunia usaha serta ekonomi yang meningkat.
Tidak hanya demikian, sisi pendapatan negara pada tahun ini pun mendapatkan berkah oleh lonjakan harga komoditas. Kemudian, bisa mengurangi rasio utang lewat penarikan utang.
“Dengan penerimaan yang kuat dari commodity boom, rasio utang kita terhadap PDB sebenarnya telah turun 38 persen,” bebernya. Hal itu lebih baik daripada negara lainnya.
Pandemi Covid-19 yang telah memasuki tahun ketiga, akan tetapi, diketahui masih banyak negara yang mengalami defisit sangat dalam. Kondisi tersebut bermuara pada peningkatan utang publik untuk negaranya.
“Beberapa negara rasio utang sudah di atas 60 persen, bahkan ada yang 80 persen dan 100 persen terhadap PDB. Jadi mereka sekarang memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih dramatis, dan untuk negara yang berpenghasilan rendah dan rentan situasinya menjadi tidak berkelanjutan,” pungkasnya seperti dikutip dari Terkini.id, Jumat (15/7/2022).
Oleh sebab itu, pada kepemimpinan Indonesia di dalam Presidensi G20 berupaya untuk mensinkronkan kerangka kebijakan dan juga diskusi bersama untuk mencari solusi bagi negara berpenghasilan rendah yang tengah terlilit utang tersebut.
“Begitu banyak negara berpenghasilan rendah sebenarnya dalam risiko yang sangat mengerikan atau mendekati krisis keuangan. Menurut IMF lebih dari 60 negara berada dalam kondisi yang sangat rentan secara finansial, dan oleh karena itu dunia perlu merespons,” pungkas Sri Mulyani. [wip]