(IslamToday ID) – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menegaskan bahwa Pulau Pasir adalah milik Australia. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu Abdul Kadir Jaelani untuk merespons perdebatan mengenai kepemilikan Pulau Pasir.
“Pulau Pasir merupakan pulau yang dimiliki Australia berdasarkan warisan dari Inggris,” ujar Jaelani, dikutip dari akun Twitter miliknya, @akjailani, Selasa (25/10/2022).
Sebagai informasi, Australia merupakan negara yang pernah diduduki Inggris pada masa kolonial. Sementara itu, Pulau Pasir adalah kepemilikan Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act pada 1933.
“Pulau tersebut dimiliki oleh Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act, 1933, dan dimasukkan ke dalam wilayah administrasi Negara Bagian Australia Barat pada tahun 1942,” tulis Jaelani menjelaskan dikutip dari Kompas.
Ia juga menjelaskan berdasarkan hukum internasional, wilayah NKRI hanya sebatas wilayah bekas Hindia Belanda. Ia juga mengatakan, Pulau Pasir selama ini tidak pernah menjadi bagian dari Hindia Belanda.
“Pulau Pasir tidak pernah termasuk dalam administrasi Hindia Belanda. Dengan demikian, Pulau Pasir tidak pernah masuk dalam wilayah NKRI,” tulisnya lagi.
Merangkum berbagai sumber, Australia menggabung Pulai Pasir dengan Cartier sebagai sebuah gugusan di mana pulau-pulau kecil ini tak berpenghuni. Wilayah ini juga penuh dengan karang dan berpasir.
Sejatinya bagi warga Indonesia, Pulau Pasir adalah tempat istirahat para nelayan tradisional kala mencari ikan, di mana pelaut pada masa kolonial kerap mencari ikan hingga ke daratan Broome, Australia.
Sementara itu, Pulau Pasir juga digunakan sebagai pulau transit bagi nelayan Indonesia yang mencari ikan melalui jalur selatan Indonesia, seperti wilayah Pulau Rote.
Mengingat jaraknya yang dekat dari Pulau Rote, tak heran jika di Pulau Pasir terdapat banyak makam leluhur penghuni Pulau Rote. Di pulau ini juga banyak ditemui artefak-artefak yang berkaitan dengan Pulau Rote.
Belakangan, sikap Australia yang terkesan dingin dan melakukan aktivitas pengeboran minyak bumi di kawasan Pulau Pasir membuat pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni geram.
Menurut Ferdi, klaim Australia atas Pulau Pasir memicu banyak reaksi dari masyarakat di Indonesia. Menurutnya, jika Australia masih berada di gugusan tersebut, pihaknya tak ragu melayangkan gugatan kepemilikan ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.
Sejarah Pulau Pasir
Klaim Australian atas Pulau Pasir bermula ketika ada nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia pada tahun 1974, di mana dalam MoU ada poin tentang pihak Australia yang berhak membantu mengawasi Pulau Pasir untuk kepentingan konservasi.
Australia kembali melempar klaim atas kepemilikan gugusan Pulau Pasir yang secara garis pantai masuk ke wilayah Indonesia pada tahun 1976.
Pada 2004-2006, Polda NTT mencatat setidaknya ada 3.000 nelayan yang ditangkap ketika masuk ke kawasan Pulau Pasir. Tahun 2021 kapal nelayan bahkan ada yang ditenggelamkan oleh polisi perbatasan Australia karena menangkap ikan di perairan Pulau Pasir.
Kawasan Pulau Pasir diperkirakan memiliki kandungan minyak dan gas bumi (migas) yang cukup besar. Beberapa kawasan selain perairan Pulau Pasir, seperti Laut Timor juga memiliki potensi migas yang jumlahnya mencapai 5 juta barel.
Ada dugaan pihak Australia melakukan eksplorasi di lokasi tersebut dan ingin mendominasi atas migas di kawasan itu, karena setelah MoU tahun 1974 Australia menggandeng kontraktor migas dari negaranya, Woodside, untuk meneliti kandungan minyak di wilayah tersebut.
Ferdi Tanoni menilai tindakan Australia di Pulau Pasir seolah seperti miliknya sendiri, padahal gugusan itu adalah hak mutlak masyarakat adat Timor, Rote, Sabu, dan Alor.
Hal ini juga yang membuat Ferdi Tanoni mendesak Kementerian Sekretariat Negara RI untuk segera menerbitkan izin prakarsa pembuatan Perpres tentang Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara sebagaimana telah diinstruksikan Presiden Jokowi pada bulan Februari 2022. [wip]