(IslamToday ID) – Indonesia Corruption Watch (ICW) melayangkan kritik terkait usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun, atau maksimal jadi 27 tahun. ICW mengungkit data korupsi di tingkat desa yang memprihatinkan.
“Korupsi di level desa konsisten menempati posisi pertama sebagai sektor yang paling banyak ditindak atas kasus korupsi oleh aparat penegak hukum sejak 2015-2021,” tulis ICW dalam siaran persnya, Jumat (27/1/2023).
ICW menyebut, tren penindakan korupsi di tingkat desa sudah dalam level mengkhawatirkan. Khusus untuk yang sudah terdata saja, ada 500-an kasus korupsi di tingkat desa dengan nilai ratusan miliar rupiah. Itu tercatat mulai 2015 sampai 2021. “Sepanjang 7 tahun tersebut terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar,” ungkap ICW dikutip dari DetikCom.
Korupsi makin meningkat di desa seiring dengan alokasi dana desa yang berjumlah raksasa. Sejak 2015 sampai 2021, ada Rp 400,1 triliun dana desa telah digelontorkan untuk keperluan pembangunan desa. Namun di sisi lain, belum ada mekanisme pencegahan korupsi yang efektif di level desa. Malahan, kini muncul usulan perpanjangan masa jabatan kades.
“Usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa. Sebaliknya, akomodasi atas usulan tersebut akan menyuburkan oligarki di desa dan politisasi desa,” kata ICW.
ICW juga curiga isu ini digulirkan dengan tujuan untuk mempengaruhi Pemilu 2024. Bahkan, ICW menyebut wacana perpanjangan jabatan kades itu bisa melancarkan isu perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode.
“Respons positif atas usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa akan membawa preseden buruk dan patut dicurigai sebagai pintu masuk perpanjangan masa jabatan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif,” jelas ICW.
Terlebih, narasi perpanjangan masa jabatan ini bukan kali pertama. Pada 2022 silam, DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang dipimpin Surta Wijaya mendeklarasikan dukungan untuk Presiden Jokowi menjabat selama tiga periode.
“Atas dasar itu, ide untuk merevisi UU Desa dengan substansi terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa patut dicuragi sebagai agenda terselubung dari kelompok tertentu,” kata ICW.
ICW juga tidak bisa menerima alasan ketegangan politik pasca Pilkades yang perlu diatasi dengan perpanjangan masa jabatan sampai 9 tahun. Solusinya bukanlah perpanjangan masa jabatan tapi pembenahan politik Pilkades yang transaksional.
ICW merasa isu perpanjangan masa jabatan ini mendapat respons positif dari partai-partai politik di DPR dan pemerintah. ICW pun mendesak agar DPR menolak usulan para kepala desa itu.
“Indonesia Corruption Watch mendesak agar pembentuk UU secara tegas menolak usulan ganjil ini dan menghentikan wacara perpanjangan masa jabatan kepala desa,” pungkas ICW. [wip]