(IslamToday ID) – Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Herlambang P Wirataraman menilai apa yang disampaikan Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti terkait dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan bukanlah merupakan kasus hukum.
“Sejak awal saya diminta memberi keterangan ahli apakah kasus layak dinaikkan atau tidak, saya selalu jawab kasus itu tidak mungkin jadi kasus hukum karena basisnya hasil riset,” kata Herlambang dalam acara Refleksi, Dukungan, dan Doa Bersama Solidaritas untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti di Social Movement Institute, Yogyakarta, dikutip dari Tempo, Jumat (14/4/2023.
Alih-alih dipidana, ia menyatakan diskusi Haris dan Fatia seharusnya direspons dengan perdebatan ilmiah. “Ini hasil riset, silakan lawan dengan riset kalau tidak sependapat, bukan dengan pidana,” ujarnya.
Menurut Herlambang, hasil riset ilmiah tidak dapat dikenakan pasal pidana. Selain itu, ia mengatakan substansi yang disampaikan Haris dan Fatia merupakan kritik terhadap pejabat yang punya kepentingan bisnis dengan melibatkan militer di Intan Jaya.
“Apa yang disampaikan Haris dan Fatia adalah bagian dari kepentingan umum. Ini dikecualikan dari ketentuan pidana,” ujarnya.
Herlambang menambahkan, substansi kritik Haris dan Fatia juga bukan substansi yang dikecualikan dalam sistem hukum HAM. “UU No 12 Tahun 2005 jelas menguraikan pembatasan-pembatasan hak yang dimungkinkan. Kasus Haris dan Fatia tidak termasuk di antaranya,” katanya.
Herlambang menegaskan kasus kriminalisasi Haris dan Fatia wajib dikawal karena berurusan dengan perasaan pejabat yang tidak terukur. “Bagaimana mau menempatkan perasaan dalam sistem hukum? Ini problem demokrasi,” ucapnya.
Kriminalisasi Haris dan Fatia, menurut Herlambang, juga merupakan ancaman terhadap kebebasan akademik. “Kebebasan akademik tidak hanya domain kampus, tetapi juga diseminasi pengetahuan di luar kampus,” pungkasnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Amalinda Savirani menyatakan kasus kriminalisasi terhadap Haris dan Fatia merupakan bukti nyata turunnya kualitas demokrasi di Indonesia.
“Dalam data indeks demokrasi Indonesia, komponen paling jeblok adalah kebebasan berpendapat. Kriminalisasi Haris dan Fatia menunjukkan betapa kebebasan berpendapat makin terancam,” katanya di acara yang sama.
Padahal, menurut Amalinda, konstitusi telah menjamin kebebasan berpendapat. Ia menyebut kriminalisasi Haris dan Fatia adalah pengkhianatan atas hak dasar warga negara dalam menyampaikan pendapat. “Ini contoh yang akan terjadi kalau kita punya pendapat yang berbeda dengan rezim,” ujarnya.
Amalinda menyatakan terancamnya kebebasan berpendapat tidak terlepas dari kelompok utama yang berorientasi untuk memupuk akumulasi kapital. “Kita harus mendeteksi ini sebagai bagian dari kelompok warga negara yang sedang bertarung dengan kelompok yang sangat kuat dalam bentuk oligarki,” ucapnya.
Karena itu, Linda menegaskan perlunya solidaritas masyarakat sipil untuk membela Haris dan Fatia demi menyelamatkan ruang kebebasan berpendapat. “Masyarakat sipil harus manfaatkan semua lini untuk suarakan ini, karena kalau saat ini kebetulan yang kena Haris dan Fatia, besok kita tidak tahu siapa,” pungkasnya. [wip]