(IslamToday ID) – Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) menilai kebijakan hilirisasi yang sudah dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi tidak seutuhnya berpihak kepada rakyat. Bahkan, menurutnya, asing justru lebih diuntungkan.
“Tambang dan sebagainya, kembalinya harus jadi kekayaan negara apakah dikerjakan oleh asing atau nasional harus memberikan manfaat bagi masyarakat dengan cara mengontrol itu,” kata JK dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia TV, dikutip Selasa (23/5/2023).
Pernyataan JK mengacu kepada hasil dari hilirisasi yang hanya bagus di atas kertas. Salah satu contoh nyata adalah ekspor yang melonjak tinggi dalam 2 tahun terakhir. Bahkan selama 37 bulan beruntun neraca perdagangan Indonesia surplus.
Di sisi lain, cadangan devisa yang dicatat oleh Bank Indonesia (BI) tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan cadangan devisa bahkan cukup besar ditopang oleh penambahan utang luar negeri.
Padahal apabila masuk ke sistem keuangan dalam negeri, valuta asing (valas) tersebut akan membantu ketersediaan likuiditas dan mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Secara berlanjut dampaknya akan terasa ke perekonomian nasional secara nyata.
JK juga mengkritik terlalu banyaknya keterlibatan asing dalam hilirisasi. “Hilirisasi memberikan dampak baik kalau dikerjakan oleh usaha nasional, kalau asing, dampaknya menjadi kecil. Ini kebijakan harus dievalusi,” paparnya.
Sebelumnya, kritikan datang dari ekonom senior Faisal Basri dalam program Your Money Your Vote di CNBC Indonesia. Faisal menjelaskan nilai tambah hilirisasi seperti nikel tidak dirasakan oleh masyarakat sepenuhnya.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat pada tahun 2022 kemarin, realisasi nilai tambah dari hilirisasi nikel mencapai 33 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 514,3 triliun.
Menurutnya, China yang merupakan penampung nikel Indonesia mendapat keuntungan besar. “Yang terjadi kalau hilirisasi biji nikel diolah jadi pig nikel ekspor bukan dijadikan lanjutan industri, kita hilirasasi malah menopang industrialisasi di China,” kata Faisal.
Seharusnya langkah yang diambil adalah memaksa industri tersebut dari hulu sampai hilir berkembang di dalam negeri. “Untuk biaya pembangunan kita cuma mengeruk sumber daya alam semakin dalam, China 94 persen ekspor industri manufaktur Indonesia cuma 40 persen, sisanya petik jual gak pakai otak,” pungkasnya. [wip]