(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) perlu melakukan operasi secara sistematis untuk memastikan dan menindak tegas pelaku politik uang (money politic) pada Pemilu 2024.
Menurut Adi, Bawaslu dan Sentra Gakkumdu selama ini cenderung hanya menunggu laporan dari masyarakat. “Artinya Bawaslu dan Sentra Gakkumdu harus jemput bola, jangan menunggu bola,” katanya dikutip dari Kompas, Sabtu (17/6/2023).
Apalagi, alur pelaporan dari masyarakat ke Bawaslu untuk melakukan pengaduan modus politik uang dinilainya cukup berbelit. Banyaknya laporan yang dianggap tak cukup bukti, kata Adi, mengakibatkan masyarakat malas untuk melapor.
“Itu juga harus diantisipasi. Mau melaporkan politik uang itu sekarang ya harus lebih mudah, harus lebih fleksibel,” tuturnya.
Padahal seharusnya masyarakat dapat menjadi ujung tombak dalam meminimalisir politik uang, mengingat masyarakat menjadi sasaran empuk bagi kader parpol yang ingin melancarkan modus tersebut.
“Jadi ujung tombaknya di situ (masyarakat), bukan hanya tolak uangnya dan jangan pilih calonnya, tapi juga laporkan mereka,” katanya.
Selain itu, menurut Adi, diperlukan sanksi yang ekstrem bagi pelaku politik uang demi mendapatkan efek jera, yakni dengan memberikan hukuman pidana. “Sanksinya juga harus lebih ekstrem, bukan hanya pembatalan caleg, tapi juga harus diseret ke meja pidana supaya caleg-caleg yang bertanding itu kapok lah,” pungkasnya.
Sebelumnya, MK menolak gugatan untuk penerapan Pileg sistem proporsional daftar calon tertutup. Sehingga, Pileg yang diterapkan di Indonesia sejauh UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
MK menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem Pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Majelis hakim membantah dalil para pemohon yang menganggap bahwa Pileg sistem proporsional daftar calon terbuka menyuburkan politik uang. Menurut MK, sistem Pileg bukan penyebab utama. Pileg sistem proporsional daftar calon tertutup juga sama besar peluangnya menyuburkan politik uang di kalangan elite untuk jual beli kandidasi. Dalam pertimbangan putusan nomor 114/PUU-XX/2022 itu, MK menilai setidaknya ada tiga cara yang perlu dilakukan secara simultan untuk meminimalkan politik uang. Salah satunya penegakan hukum secara tegas, termasuk pembubaran partai politik.
Di sisi lain, untuk menegakkan hukum tersebut, caleg yang terlibat politik uang harus dibatalkan kandidasinya dan dipidana. Kedua, di luar penegakan hukum, MK berpendapat bahwa politik uang dapat diminimalkan dengan adanya komitmen dari para peserta pemilu itu sendiri. Ketiga, publik perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima dan menoleransi politik uang. [wip]