(IslamToday ID) – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Assiddiqie menyinggung soal beban sejarah MK yang tidak terlupakan. Jimly merupakan salah satu pendiri MK, maka itu ia bersedia menjadi Majelis Kehormatan untuk mengangkat marwah MK yang anjlok pasca putusan capres-cawapres beberapa waktu lalu.
“Apalagi saya punya beban sejarah, belum pernah MK terpuruk imagenya kayak sekarang. Saya sebagai pendiri tidak tega. Maka saya bersedia ini,” katanya dikutip dari Law-Justice, Jumat (27/10/2023).
Ia menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki konflik kepentingan menjadi anggota MKMK. Ia ditugaskan sebagai salah satu pihak untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi.
Hal tersebut diungkap Jimly saat mendengar klarifikasi pelapor di Gedung MK pada Kamis (26/10/2023).
Jimly menekankan, dirinya sudah tidak lagi mencalonkan diri sebagai Dewan Perwakilan Daerah (DPD), meskipun saat ini dirinya masih menjadi anggota DPD. Untuk itu, masyarakat dan sejumlah pihak yakin bahwa Jimly tidak memiliki konflik kepentingan ke depannya.
“Saya juga dipersoalkan orang ini. Saya kan anggota DPD, anggota MPR. Makanya saya semula nggak bersedia ini. Cuma saya diyakinkan tidak ada konflik kepentingan karena, Pak Jimly tidak nyalon lagi untuk pemilu yang akan datang,” kata Jimly.
Ia mengatakan, dirinya siap menghadapi sengketa pemilu agar berjalan dengan lancar tanpa konflik kepentingan manapun. Sebab ia tidak lagi berurusan dengan Pemilu 2024, tidak mencalonkan diri lagi.
“Artinya tidak ada konflik kepentingan karena saya tidak nyalon lagi, sehingga nanti waktu perselisihan hasil pemilu tidak ada masalah,” katanya.
MK resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK). Ketiganya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams. Mereka akan menjadi MKMK yang bersifat ad hoc.
Pembentukan MKMK itu menindaklanjuti sejumlah laporan dan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, terkait penanganan uji materiil syarat usia capres dan cawapres.
MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres pada Senin (16/10/2023). Enam gugatan ditolak. Namun, MK mengabulkan sebagian di satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru. Perkara itu masuk ke MK dengan No 90/PUU-XXI/2023. [wip]