(IslamToday ID) – Akademisi yang juga analis politik Hendri Satrio (Hensat) menilai Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto tidak memerlukan kajian akademis atas fenomena anak muda berpolitik.
Ia mengatakan, poin utama Gibran menjadi cawapres adalah karena anak presiden, bukan sebagai representasi anak muda.
“Dia bukan sebagai anak muda, Gibran anak presiden. Itu poin utamanya. Cukup gunakan fenomena biologis untuk menjelaskan hal ini,” ujarnya dalam acara ‘Obrolan Balkon Liputan6’ dikutip Sabtu (4/11/2023).
Kembali Hensat menegaskan, bukan karena umur, melainkan putra Presiden Jokowi yang maju ke Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 disaat ayahnya menjadi presiden.
“Lantas apakah hal ini melanggar undang-undang? Kan tidak, usai Mahkamah Konstitusi memutuskan,” ujarnya.
Ia mengingat pada tahun 1967, saat Soeharto menjadi seorang presiden. Saat itu juga tidak melanggar undang-undang yang berlaku, namun akhirnya Indonesia merasakan kediktatorannya selama 32 tahun.
“Oleh karena itu dengan semangat reformasi, rakyat menolak adanya nepotisme. Dan pada hari ini saya menolak frasa Gibran anak muda. Dia anak presiden,” jelasnya.
“Jika kita berandai-andai setelah lima tahun menjadi wakil Prabowo dan lalu pada 2029 maju nyapres dan mungkin menang, lalu ada peraturan yang diubah, apakah penambahan periode atau adiknya Kaesang maju nyapres, bagaimana jika ini terjadi?” lanjut founder lembaga survei KedaiKopi ini.
Hensat kembali menegaskan, masalah Gibran saat ini bukan karena posisinya sebagai anak muda, tetapi praktik nepotisme yang seharusnya tidak boleh terulang kembali di Indonesia.
“Ini bukan soal kesetaraan anak muda. Kesetaraan usia dengan kesetaraan sebagai anak presiden terlalu menonjol. Saya bicara mengenai privilege seorang Gibran di Pilpres 2024.”
“Kesaktian Gibran adalah ia anaknya presiden. Tak heran jika Golkar pun rela meninggalkan jagoannya demi memilih Gibran. Kesaktian Gibran adalah ia pintar dalam memilih bapak,” pungkas Hensat. [wip]