(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengecam tindakan intimidasi yang diduga dilakukan aparat kepolisian terhadap Ketua BEM UI Melki Sedek Huang.
Intimidasi tersebut diduga berkaitan dengan gerakan mahasiswa mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat minimal batas usia capres-cawapres.
“Kami mengecam tindakan intimidasi yang ditujukan kepada Melki beserta orang tua dan gurunya,” kata Usman dalam keterangan tertulis, dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (11/11/2023).
“Kami mengenal Melki sebagai mahasiswa yang menyuarakan pendapatnya atas kebijakan negara. Ia kritis atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden. Itu adalah hak-hak konstitusional Melki,” lanjutnya.
Menurut Usman, tindakan intimidasi tersebut merupakan ancaman serius terhadap kebebasan berpendapat. Ia menilai setiap orang memiliki hak untuk mengemukakan pikiran tanpa takut ancaman dan hukuman. “Intimidasi tersebut menambah daftar kasus ancaman atas kebebasan sipil di Indonesia,” ucapnya.
Per Oktober 2023, Amnesty International Indonesia mencatat sejak awal tahun 2023 terdapat sedikitnya 78 kasus serangan fisik terhadap aktivis HAM yang menimbulkan 226 korban. Serangan tersebut meliputi intimidasi dan serangan fisik, pelaporan kepada polisi, percobaan pembunuhan, kriminalisasi, penangkapan, dan serangan terhadap lembaga pembela HAM.
Dengan demikian, Usman mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas tindakan intimidasi yang menimpa Melki dan keluarganya.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk mengusut intimidasi terhadap Melki beserta keluarga dan gurunya, serta sesama rekan-rekan mahasiswa, yang diduga dilakukan aparat keamanan negara. Pelakunya harus ditindak melalui proses hukum yang adil dan transparan,” ujarnya.
Menurutnya, menjelang Pilpres pihak keamanan wajib menjamin suasana yang kondusif. Selain itu, negara juga wajib mencegah terjadinya intimidasi kepada individu.
“Negara juga harus memastikan bahwa tugas aparat keamanan adalah memberikan pengayoman, pelayanan, dan perlindungan. Bukan meredam kritik,” ucap Usman.
Sebelumnya, Melki dan keluarganya di Pontianak, Kalimantan Barat mengaku mendapat intimidasi. Keluarganya didatangi oleh sejumlah pihak yang mengaku sebagai aparat keamanan.
Melki menduga intimidasi tersebut berkaitan dengan gerakan mahasiswa soal putusan MK terkait syarat minimal batas usia capres-cawapres.
“Paling parah Ibu saya di rumah Pontianak, didatangin sama orang berseragam TNI sama polisi. Ditanya-tanyainlah kebiasaan Melki di rumah dulu ngapain, ibu saya itu kalau balik ke rumah pernah balik malam enggak, balik jam berapa. Ya menanyakan kebiasaan orang-orang di rumah,” ucap Melki. [wip]