(IslamToday ID) – Seniman asal Yogyakarta Butet Kartaredjasa mengaku dilarang oleh polisi untuk memuat unsur politik dalam pergelaran pentas teater berjudul “Musuh Bebuyutan” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Jumat (1/12/2023) lalu.
Pentas tahunan ke-41 itu diadakan oleh Forum Budaya Indonesia Kita. Tema yang diusung adalah pertarungan politik yang terjadi di antara dua pihak yang sebelumnya bersahabat.
Butet mengaku diperintah untuk menandatangani surat pernyataan tidak akan membahas unsur politik dalam pentas itu. “Jadi itu persyaratan administrasi sebelumnya, tidak pernah ada sejak reformasi 1998. Itu zaman Orde Baru saja seperti itu,” kata Butet dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (6/12/2023).
“Jadi staf saya mengurus perizinan kayak biasanya, kali ini dilampiri itu dan aku harus tanda tangan,” sambungnya.
Dalam surat yang dikirimkan Butet, tercantum komitmen penanggung jawab acara untuk tidak kampanye pemilu, menyebarkan bahan kampanye pemilu, menggunakan atribut partai politik, menggunakan atribut pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, dan kegiatan politik lainnya.
Butet mengaku tidak tahu apakah surat itu diminta oleh Polres atau Polsek. Ia pun tetap menandatangani surat tersebut dan tetap menyelenggarakan acara itu. “Ya tetap tanda tangan saja bahwa nanti aku dituduh melanggar ya biar dia tangkap saya,” ujarnya.
Dalam video pembukaan pentas yang dibagikan Butet, ia membuka pergelaran dengan menyinggung soal adanya surat tersebut. “Keren, selamat datang Orde Baru,” ujar Butet saat membuka pentas itu.
Sementara, Polda Metro Jaya menjelaskan soal larangan berbicara terkait politik dalam pentas teater yang diperankan Butet di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan izin acara tersebut berkaitan dengan kegiatan keramaian secara umum. Izin tersebut, katanya, merujuk pada PP No 60 Tahun 2017.
Berdasarkan aturan itu, ada tiga kegiatan yang termasuk dalam kategori keramaian umum. Yakni, kegiatan berupa keramaian, kegiatan yang merupakan tontotan umum, dan kegiatan berupa arak-arakan.
Trunoyudo menyebut jika kegiatan itu berkaitan dengan kampanye, maka aturan yang mendasarinya adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
“Ini kan keramaian umum, (kalau kampanye) itu PKPU, ini keramaian umum biasa, maka seperti di Monas itu karena misinya kemanusiaan bukan keramaian untuk kampanye, keramaian umum biasa,” jelas Trunoyudo. [wip]