(IslamToday ID) – Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi pernyataan pihak Istana terkait gelombang protes guru besar yang diprakarsai UGM dan kemudian diikuti oleh beberapa guru besar di beberapa kampus di Indonesia. Istana melalui Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut gelombang protes guru besar itu hanya sebatas untuk kepentingan elektoral pemilu.
“Ini konyol kalau Istana menganggap ini cuma soal permainan narasi elektoral. Memang ini yang ditunggu. Di dalam keadaan kultur elektoral kita memburuk karena isinya adalah sogok-menyogok Istana terhadap rakyat, maka UGM tiba untuk mengucapkan pikiran rakyat,” kata Rocky dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Senin (5/2/2024).
“Jadi konyol juga ini Ari Dwipayana, tidak mampu untuk memprediksi kultur universitasnya sendiri. Itu sebetulnya terjadi semacam pembutaan kebudayaan atau sejarah bahwa UGM selalu walau presidennya datang dari situ, tapi begitu disebut (Jokowi) presiden yang paling konyol, tolol, atau memalukan oleh mahasiswa lalu mulai ada refleksi,” lanjutnya.
“Guru-guru besar ini mulai berpikir dan akhirnya makin lama fakta itu menunjukkan bahwa apa yang dituntut oleh mahasiswa di UGM telak.”
Rocky lantas membantah apabila kepentingan yang dilakukan oleh mahasiswa jauh dari dinamika politik.
“Dengan kata lain kalau tuntutan mahasiswa itu tidak ada kepentingan politik. Kalau ditanya ini elektoral, iya. Karena memang di dalam suasana elektoral, tapi mahasiswa di UGM itu datang dari berbagai pelosok dan gak ada kepentingan politik praktis di situ,” bebernya.
“Satu-satunya kepentingan praktis mereka adalah mengucapkan Jokowi adalah alumnus yang paling memalukan,” tegasnya.
Dengan adanya kritik yang dilontarkan oleh UGM ini, Rocky menilai UGM memang melakukan kritik politis karena ditujukan langsung kepada kepala negara, bukan lagi kritik akademi meski disampaikan dengan bahasa yang sopan dan deklarasi.
“Ujungnya adalah minta Jokowi untuk menghentikan ketidakmampuan dia untuk memimpin negara. Itu dasarnya. Meminta Jokowi untuk merealisasikan janjinya yang tidak mungkin terpenuhi. Itu intinya,” ungkapnya.
Sekali lagi, ia menegaskan bahwa tuntuntan yang diajukan para guru besar tidak ada kaitannya dengan politik.
“Itu narasi elektoral yang sifatnya etis, beda yang dimaksud dengan Istana bahwa ini narasi yang sifatnya makar di situ. Jadi poin-poin yang diajukan oleh para guru besar in line dengan apa yang dituntut oleh mahasiswa,” pungkasnya. [ran]