(IslamToday ID) – Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana menilai program makan siang dan susu gratis yang dicetuskan paslon 02 hingga membutuhkan dana hingga Rp 400 triliun merupakan program yang ambisius dan berpotensi besar terjadi korupsi.
“Pertama dilihat dari jumlah penerima, kedua dari mana jumlah sumber anggarannya, ketiga prosesnya, keempat masalah akuntabilitasnya. Jangan sampai nanti orang-orang yang melakukan hal itu malah terjebak dalam perilaku korupsi,” kata Danang, Rabu (28/2/2024).
Ia lantas menyebutkan proyek serupa yang berakhir dengan maraknya tindak korupsi.
“Mengingat terjadi juga di bantuan langsung tunai (BLT) sebelumnya, di bantuan sosial (bansos) sebelumnya. Program bantuan Covid-19 juga dikorupsi. Ini masalah-masalah yang sangat mendasar di republik kita ini bahwa program-program yang bagus tidak dieksekusi dengan bagus dan malah menimbulkan perilaku korupsi yang luar biasa masif,” paparnya.
Terkait 82,9 juta orang yang nantinya akan menerima bantuan makan siang dan susu gratis, kata Danang, program yang dicanangkan pemerintahan Prabowo-Gibran kurang pas terlebih bila menyasar anak usia sekolah.
“Jumlah anak sekolah kita ini sekitar 44 juta sampai tahun 2022 atau ada penambahan pada 2023 yang tidak sebesar itu. Misal ditambahkan dengan anak-anak pesantren dengan sekolah madrasah dan lain-lain itu tidak akan lebih dari 60 juta (siswa) atau mungkin ada selisih sekitar 20-an juta yang publik diarahkan ke mana,” tuturnya.
“Jadi akurasi data dalam rancangan awal itu mestinya dilakukan riset yang cukup baik, karena kalau target awal penerima itu sudah keliru, jelas ujungnya pemborosan dan ketidakakuratan anggaran yang dilakukan,” sambung Danang.
Persoalan selanjutnya, ucapnya, kalau dibagi setiap provinsi di Indonesia sebetulnya bisa dilihat hanya beberapa provinsi saja yang mengalami gejala stunting yang cukup parah.
“Provinsi yang secara pertumbuhan ekonominya tidak bagus. Misalnya NTT, NTB, Sulawesi Barat, dan seterusnya. Dan itu daerah-daerah yang tidak mudah dijangkau oleh akses pemerintah saat ini. Kalau memang akan menggunakan pendekatan dari masyarakat ke masyarakat mungkin memang Pemda atau perangkat desa akan menjadi saluran baik untuk bisa mendelivery program tersebut. Masalahnya apakah kepala desa bisa menjalankan secara akuntabel? Itu merupakan problem-problem besar saya rasa,” pungkasnya. [ran]