(IslamToday ID) – Guru Besar Psikologi UGM Prof Koentjoro mengatakan aksi turun ke jalan yang dilakukan para akdemisi merupakan wujud kekecewaan lantaran perhatian yang diberikan kepada Presiden Jokowi hanya ditanggapi sebagai hak demokratis. Jokowi dianggap tidak pernah benar-benar mendengarkan dan merespons kritikan yang disuarakan kaum intelektual.
“Apa yang kami sampaikan hanya dijawab sebagai hak demokratis yang tanpa dihiraukan. Ini membuat kami terus mengawasi tapi banyak yang lupa kalau Pak Jokowi itu seseorang yang memiliki multi peran,” kata Koentjoro dikutip dari YouTube METRO TV, Sabtu (16/3/2024).
Multi peran yang dimaksud Koentjoro adalah sebagai presiden, suami Iriana, dan ayah dari Gibran Rakabuming. Jadi saat Jokowi ini berperan sebagai ayah Gibran, banyak pejabat yang masih menganggap Jokowi sebagai presiden, sehingga memporakporandakan tatanan negara.
“Memerankan presiden tapi yang diperankan adalah bapaknya Gibran. Sehingga mereka kacau dalam melihat seperti ini, dan ini merusak semua aturan yang ada di tempat kita. Kita sudah mengingatkan ini, guru besar adalah pemikir rakyat, guru besar itu benteng etika, tapi petinggi-petinggi kita melakukan sebaliknya. Bagi kami ini tantangan berat,” bebernya.
Dan secara tegas Koentjoro mengatakan perjuangan guru besar tidak akan berhenti sampai adanya perubahan, karena apa yang dilakukan merupakan bentuk perhatian kepada Jokowi di akhir masa jabatannya. “Agar bisa landing secara smooth, meminta Pak Jokowi sadar tetap khusnul khotimah. Itu yang kami harapkan dan kami tidak akan berhenti.”
Menurutnya, aksi yang ada saat ini tidak akan terjadi kalau Jokowi tidak mengabaikan petisi yang pernah mereka lakukan dan menolak keras disebut partisan.
“Bukannya terkesan, tapi memang diabaikan. Kami itu akademisi tidak akan pernah menjalankan apa yang dilakukan oleh politik praktis. Sehingga kami akan memberikan masukan terus sesuai dengan kedudukan kami, sehingga ini tidak akan putus entah itu dari guru besar, dosen, maupun mahasiswa,” pungkasnya. [ran]