(IslamToday ID) – Amerika Serikat (AS) terus memobilisasi armada militernya ke wilayah Indo-Pasifik seiring meningkatnya ketegangan dengan China. Kampanye kekuatan militer China di Laut China Selatan membuat AS gerah dan punya misi untuk menghentikannya.
Seperti diketahui, Angkatan Laut Amerika (US Navy) sudah mengirim tiga kapal induknya ke Samudera Pasifik sebagai respons unjuk kekuatan militer yang kerap dilakukan Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA).
Tak cuma itu, sejumlah jet tempur semisal F-22 Raptor dan F-35 Lightning II, serta pesawat pembom B-52 Stratofortress, juga sudah bersiaga di Pangkalan Andersen, Guam.
Menurut laporan Sputniknews , Kamis (25/6/2020), AS juga akan segera mengerahkan rudal balistik nuklir jarak menengah ke kawasan Asia-Pasifik.
Pengerahan rudal balistik jarak menengah tak lepas dari berakhirnya Traktat Angkatan Nuklir Jarak Menengah (INF) antara AS dan Rusia. Perjanjian yang ditandatangani sejak 8 Desember 1987, sudah berakhir pada 2 Agustus 2019 lalu.
Meski muncul dugaan ada kemungkinan moratorium penempatan rudal jarak menengah, AS dengan tegas membantahnya. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Perwakilan Khusus AS untuk Pengendalian Senjata, Marshall Billingslea.
“Sederhananya, itu tidak akan terjadi,” ujar Billingslea.
Tak cuma itu, Billingslea justru malah balik menuduh Rusia-lah yang membuat perjanjian INF hancur. Akan tetapi, ia menyebut bahwa kelompok kerja teknis AS dan Rusia masih akan bertemu dalam beberapa hari ke depan di Wina.
Perwakilan kedua negara akan kembali membahas terkait kontrol senjata nuklir. Billingslea berharap AS dan Rusia bisa kembali menemukan poin yang sejalan mengenai penggunaan senjata nuklir jarak menengah.
Rudal balistik jarak menengah yang dimiliki AS adalah PGM-17 Thor, yang diproduksi bersama dengan Inggris mulai 1959 hingga 1960. Rudal PGM-17 Thor memiliki kecepatan maksimal 10 hingga 15 Mach, atau setara dengan 12.300-18500 kilometer per jam, dan mampu menjangkau sasaran sejauh 1.850 hingga 3.700 kilometer. [wip]