(IslamToday ID) – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sepertinya akan membatalkan rencananya melakukan aneksasi lebih dari 30 persen wilayah di Tepi Barat, karena adanya tekanan internasional dan regional. Namun tidak mau terlihat lemah, Netanyahu bertekad untuk memaksa melalui setidaknya beberapa perubahan.
Perwakilan khusus untuk Presiden AS Donald Trump, Avi Berkowitz akan mengadakan pembicaraan dengan Netanyahu pada hari Senin. Kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan dalam rencana aneksasi.
Apa yang dimulai oleh Israel untuk memperluas kedaulatannya atas sekitar 30 persen Tepi Barat telah membentuk suatu proses yang rumit. Sekarang ketika tenggat waktu sudah semakin dekat, kesepakatan tentang batas antara wilayah Israel dan Palestina masih belum terlihat.
Jadi opsi apa yang akan dilakukan Netanyahu? Berikut ini empat skenario yang mungkin bisa dilakukan.
Skenario 1: Lampiran Lengkap
Netanyahu dapat memilih untuk memperluas kedaulatan Israel atas seluruh Area C yang terdiri dari sekitar 60 persen Tepi Barat. Wilayah ini berupa pangkalan IDF, sejumlah kota dan desa di Palestina yang merupakan rumah bagi sekitar 180.000 jiwa, tanah pertanian, jalan dan infrastruktur, serta tempat permukiman Yahudi untuk sekitar 500.000 jiwa.
Tapi itu tidak mungkin. Melanjutkan rencana ekstrem dan ambisius, Netanyahu akan menghadapi sejumlah tantangan berat, terutama berkaitan dengan keamanan.
Kepemimpinan Palestina telah mencabut kerja sama keamanan dengan Tel Aviv. Sehingga pihaknya tidak akan menggagalkan kegiatan teror potensial yang diarahkan terhadap negara Yahudi itu.
Menerapkan kedaulatan penuh dapat memperburuk situasi, bahkan lebih jauh mendorong Ramallah ke tindakan-tindakan ekstrem, termasuk pembubaran otoritas Palestina sehingga beban mengurus 2,7 juta orang di wilayah itu ada di pundak Israel.
Langkah ini juga akan memicu ketegangan di Jalur Gaza, tempat faksi-faksi Palestina menyatakan hari Rabu sebagai hari penuh kemarahan, menjanjikan demonstrasi besar di perbatasan Israel-Gaza jika Tel Aviv berani menganeksasi wilayah Tepi Barat.
Hamas, kelompok Islam yang mengendalikan Jalur Gaza, kemungkinan juga akan meningkatkan aktivitasnya melawan Israel jika Netanyahu mengambil langkah itu.
Terkait “pencaplokan” yang merupakan “deklarasi perang”, militan Hamas yang dalam beberapa bulan terakhir terlihat anteng, kemungkinan akan menghujani roket ke wilayah Israel agar membatalkan rencana aneksasi.
Selain keamanan, Israel kemungkinan juga akan menghadapi tekanan regional dan internasional. Negara tetangga, Yordania telah memperingatkan Tel Aviv dan tidak setuju meskipun untuk “aneksasi terbatas”, apalagi sampai mencaplok hampir seluruh Tepi Barat.
Sementara, Uni Eropa yang sebelumnya tidak punya rencana untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel terkait rencana aneksasi, kemungkinan juga akan mengubah pendiriannya itu.
Skenario 2: Mempertahankan Status Quo
Beberapa pengamat Israel mengatakan bahwa membatalkan rencana aneksasi sangat bermanfaat bagi kedua belah pihak, baik dari segi ekonomi maupun keamanan.
Sebagai awalan, pekerja Palestina yang saat ini terpaksa tinggal di rumah karena pandemi corona, akan diizinkan untuk bekerja di Israel. Kemudian kerja sama keamanan dengan Israel akan dilanjutkan. Proyek-proyek bersama yang berurusan dengan energi, semen, dan telekomunikasi akan dilanjutkan.
Israel juga mendapat banyak manfaat. Selain mempertahankan cengkeramannya atas mayoritas Tepi Barat, Israel juga bisa melanjutkan aktivitas ekspansi di daerah tersebut dan tidak terganggu. Ini sekaligus bisa menghindari situasi di mana pemain regional dan internasional dapat menerapkan sanksi terhadap Tel Aviv.
Tapi hal ini tidaklah mungkin. Netanyahu, yang saat kampanye berjanji untuk memperluas kedaulatan Israel jika terpilih kembali, tampaknya bertekad untuk mewujudkannya dengan hasil sekecil apapun.
Mundur karena mendapat tekanan bisa menjadi pesan buruk ke negara-negara tetangga serta dunia, menunjukkan kelemahan Israel, dan inilah yang ingin dihindari Netanyahu dengan segala cara.
Skenario 3: Mengklaim Lembah Jordan
Lembah Yordan luasnya sekitar 28 persen dari total wilayah Tepi Barat. Wilayah itu sangatlah penting bagi Israel, tidak hanya karena sebagai pencegah serangan teroris, tetapi juga karena area pertanian yang sudah dikembangkan. Selama bertahun-tahun Lembah Yordan telah menghasilkan jutaan dolar untuk Israel sehingga memperkuat perekonomian.
Di Lembah Yordan, Israel menghasilkan kurma, jamu, nanas dan sayuran yang sebagian besar diekspor. Di sana orang-orang Israel bekerja bersama dengan orang-orang Yordania dan Palestina di sejumlah proyek untuk keuntungan bersama.
Selain wilayah pengembangan industri, Lembah Yordan juga menawarkan objek wisata seperti situs Kristen yang bisa menghasilkan pemasukan untuk negara.
Tapi ini tidaklah mungkin. Palestina memperlakukan Lembah Yordan sebagai tulang punggung ekonomi negara di masa depan dan mengandalkan sumber dayanya untuk meraih pendapatan. Di masa lalu Presiden Abbas telah mengancam Israel dengan membatalkan semua perjanjian dengan negara Yahudi itu jika Lembah Yordan dimasukkan dalam RUU kedaulatan.
Situasi tidak banyak berubah sejak saat itu, dan setiap kepemimpinan akan merasa sulit untuk meninggalkan Lembah Yordan yang menghasilkan 4-10 kali lebih banyak hasil daripada wilayah provinsi lainnya di Tepi Barat.
Mengetahui langkah itu bakal membuat kekacauan, Netanyahu bergegas untuk mengirim kepala agen mata-matanya Yossi Cohen ke Amman. Ia diminta untuk menyampaikan pesan kepada Raja Abdullah II dan pemimpin Palestina Mahmoud Abbas, bahwa Netanyahu tidak punya niat untuk memasukkan daerah itu dalam aneksasinya.
Skenario 4: Aneksasi Sebagian
Rencana ini seperti menggenggam permukiman Yahudi yang berlokasi di Area C, namun belum jelas batas-batasnya. Delegasi AS yang ditugaskan untuk memetakan area tersebut belum terlihat di lokasi itu sejak Februari, sedangkan Berkowitz, yang saat ini di Israel, tidak berencana untuk menyentuh wilayah itu dalam waktu dekat. Ini menunjukkan bahwa rencana aneksasi Tepi Barat kemungkinan akan diganti di waktu yang lain.
Ini sangatlah mungkin. Sementara rencana belum ditetapkan, niat Netanyahu untuk menunjukkan hasil masih di atas meja.
Menurut laporan, Netanyahu sedang menghitung perluasan kedaulatan Israel atas salah satu kota terbesar Ariel di Tepi Barat, serta Gush Etzion dan Maale Adumim, kelompok permukiman di dekat Yerusalem yang menampung lebih dari 50.000 warga Israel.
Pada saat yang sama, Netanyahu juga dilaporkan melihat penerapan kedaulatan atas permukiman tunggal yang terletak jauh di wilayah Palestina, sebuah langkah yang dapat membangkitkan turbulensi dan menghancurkan koalisi dengan Ketua Partai Biru dan Putih Benny Gantz, yang menolak gagasan untuk mencaplok permukiman.
Tetapi, untuk sementara keduanya masih berjuang untuk menjembatani perbedaan. Mereka setuju bahwa batas waktu 1 Juli tidak bisa dilakukan. Jadi satu-satunya pertanyaan yang tetap terbuka, apakah langkah itu mungkin dan seberapa besar? [wip]