(IslamToday ID) – Setelah mengambil sejumlah langkah tegas sejak awal gelombang pertama infeksi corona, Israel dan Palestina cukup berhasil mengendalikan pandemi tersebut. Namun kebijakan pelonggaran pembatasan yang coba diterapkan menyebabkan peningkatan kasus selama sebulan terakhir.
Israel mengambil kebijakan karantina terhadap ribuan orang setelah program pengawasan via telepon yang kontroversial dilanjutkan, sedangkan Palestina di Tepi Barat menerapkan penguncian wilayah (lockdown) setelah keduanya mengalami lonjakan kasus corona.
Kementerian Kesehatan Israel mengatakan banyak pesan telah dikirim ke Israel setelah keterlibatan baru dari agen keamanan domestik Shin Bet dalam pengawasan via telepon itu. Harian Israel Haaretz melaporkan bahwa lebih dari 30.000 orang harus masuk karantina sejak Kamis.
“Kami berada di puncak serangan corona baru. Ini adalah wabah yang sangat kuat yang tumbuh dan menyebar di dunia dan juga di sini,” kata Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada pertemuan kabinet pada hari Minggu (5/7/2020).
“Kami berada dalam keadaan darurat,” katanya, seraya menambahkan bahwa Israel perlu lebih jauh menekan untuk mengendalikan corona.
Israel melaporkan sekitar 1.000 kasus baru dalam sehari. Ini lebih tinggi dari puncaknya selama gelombang sebelumnya, sehingga perlu diberlakukan kembali pembatasan sosial, seperti membatasi pengunjung bar, tempat ibadah, dan ruang acara maksimal 50 orang. Masyarakat juga diharuskan mengenakan masker dan menerapkan jarak sosial lebih ketat.
Israel juga menerapkan pelacakan kontak terhadap orang yang terinfeksi untuk menekan angka kasus yang terus meningkat. Minggu lalu Israel mempekerjakan kembali Shin Bet untuk menggunakan teknologi pengawasan telepon canggihnya melacak warga yang telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi, kemudian memberi tahu mereka agar melakukan karantina di rumah.
Taktik kontroversial digunakan ketika wabah pertama kali muncul pada awal tahun ini. Ketika kelompok-kelompok masyarakat sipil menentangnya di Mahkamah Agung, pengadilan mengancam akan menghentikan taktik itu kecuali berada di bawah pengawasan legislatif. Knesset Israel sejak itu melakukannya dua kali menggunakan undang-undang sementara, yang terakhir pada hari Rabu.
Sementara para pejabat membela praktik itu sebagai langkah penyelamatan nyawa, sedangkan kelompok-kelompok masyarakat sipil menganggapnya sebagai serangan terhadap hak privasi. Analis mengatakan tindakan itu mungkin sebagai “alat penjebak” yang bisa memaksa orang masuk karantina.
Media Israel melaporkan bahwa dari ribuan yang diminta untuk karantina rumah, banyak yang mengeluh dan mengajukan banding atas permintaan karantina via hotline Kementerian Kesehatan.
Israel tampaknya telah menganggap remeh pandemi corona pada bulan Mei. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan bangga meminta warga Israel untuk keluar, mengambil kopi atau bir, dan bersenang-senang.
Keadaan Darurat
Para pengamat menuduh di saat kasus mulai menurun, Israel menurunkan kewaspadaannya, terlalu cepat membuka kembali aktivitas sosial, dan mengurangi kemampuan melacak kontak untuk menghadapi gelombang kedua.
Netanyahu, yang dianggap mampu menangani gelombang pertama pandemi corona, telah “babak belur” dalam jajak pendapat publik kali ini.
Sejak awal wabah, Israel telah mencatat lebih dari 29.000 kasus dan 330 kematian. Lebih dari 17.000 orang telah sembuh.
Di Tepi Barat, penduduk telah diperintahkan sejak Jumat untuk tetap di rumah, kecuali jika ingin membeli makanan atau obat-obatan. Pergerakan antar-kota juga sangat dibatasi. Penguncian wilayah diperkirakan berlangsung lima hari.
Pada hari Minggu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas memperpanjang keadaan darurat di wilayahnya selama 30 hari. Suatu tindakan yang memungkinkan para pejabat untuk memberlakukan pembatasan tambahan, termasuk memperluas penghentian operasi, melarang pergerakan antar-kota, dan mengerahkan pasukan keamanan.
Otoritas Palestina khawatir jika wabah corona tidak terkendali, maka tempat-tempat perawatan medis akan kewalahan karena kurangnya tenaga.
Dalam dua minggu terakhir, otoritas kesehatan Palestina telah melaporkan lebih dari 1.700 kasus virus corona dikonfirmasi di Kota Hebron, Tepi Barat dan ratusan lainnya di Betlehem dan Nablus.
Tepi Barat telah melaporkan lebih dari 3.700 kasus sejak wabah pertama, lebih dari 400 orang telah meninggal dunia. [wip]