(IslamToday ID) – Junta militer Myanmar mengancam akan menjatuhkan hukuman mati kepada seluruh demonstran, terutama di kota-kota yang telah menetapkan status darurat militer.
Ancaman hukuman mati itu diajukan badan pemerintahan militer Myanmar, Dewan Administrasi Negara (SAC).
SAC mengumumkan penerapan darurat militer di sejumlah kota seperti Hlaing Tharyar, Shwepyithar, Dagon Selatan, Dagon Seikkan, dan Okkalapa Utara di Yangon, Mandalay, serta tempat lainnya yang menjadi pusat kerusuhan pendemo pro demokrasi dengan aparat keamanan.
Melansir portal berita lokal independen, The Irrawaddy, Rabu (17/3/2021), stasiun televisi pemerintah MRTV melaporkan komandan militer daerah Yangon telah diberi mandat administratif, peradilan, hingga militer di wilayah itu.
Dengan mandat itu, komandan regional Yangon berwenang mengadili secara militer setiap orang yang melakukan satu dari 23 pelanggaran yang ditetapkan dalam situasi darurat militer di kota-kota tersebut.
Para pelanggar juga bisa dijerat beragam ganjaran mulai hukuman mati, hukuman penjara tidak terbatas, dan hukuman maksimum lainnya di bawah undang-undang yang diberlakukan.
Puluhan perbuatan yang dinilai sebagai pelanggaran dalam penerapan darurat militer terdiri dari pengkhianatan tingkat tinggi, penghasutan, menghalangi personel militer dan pegawai negeri sipil dalam menjalankan tugas, menyebarkan berita bohong, kepemilikan senjata, hubungan dengan organisasi terlarang, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, korupsi, penyalahgunaan narkoba, hingga vandalisme.
Sementara itu, pelanggaran lainnya menyangkut pelanggaran UU Keimigrasian, UU Media, UU Percetakan dan Penerbitan, UU Administrasi Desa, UU Transaksi Elektronik, dan UU Anti-Terorisme.
Bagi mereka yang divonis hukuman mati dan hukuman berat lainnya hanya dapat mengajukan banding kepada ketua SAC dan komandan regional Yangon.
Selain aturan yang semakin ketat, tanggapan aparat keamanan Myanmar juga semakin brutal terhadap demonstran anti-junta militer yang terus meluas sejak kudeta 1 Februari lalu.
Kelompok pemantau hak asasi manusia Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan saat ini sudah lebih dari 190 orang tewas ditembak aparat keamanan Myanmar sejak kudeta.
Ribuan warga Myanmar memilih kabur setelah ketegangan antara massa anti-kudeta militer dengan pasukan keamanan terus menelan korban jiwa. Mereka memilih kabur membawa barang-barang mereka menggunakan sepeda motor.
Warga distrik Hlaing Tharyar menyatakan keputusan mereka untuk kabur disebabkan pemberlakuan darurat militer di daerah tersebut. Darurat militer diterapkan militer di Hlaing Tharyar menyusul bentrokan pendemo dan aparat hingga menewaskan lebih dari 40 orang pada akhir pekan lalu.
Hlaing Tharyar merupakan wilayah kelas pekerja di pinggiran Yangon yang juga dihuni para pekerja migran. Bentrokan terjadi selepas pembakaran sejumlah pabrik perusahaan China oleh sekelompok orang. China memang selama ini dipandang mendukung junta militer Myanmar. [wip]