ISLAMTODAY — Partai Ennahda di Tunisia menyatakan bahwa pemerintahan baru yang dipimpin Najla Bouden sebagai “pemerintah de facto” karena pembentukannya melanggar konstitusi, Kamis (14/10).
Partai Islam itu mengatakan pihaknya menolak pelanggaran terhadap prosedur konstitusional dalam membentuk pemerintahan.
“Ini adalah pemerintahan de facto, ini adalah pemerintahan dekrit inkonstitusional 117,” demikian pernyataan Ennahda, mengacu pada pengambilan kekuasaan oleh Presiden Kais Saied.
Partai Ennahda, yang memiliki 53 anggota parlemen di 217 kursi parlemen, menambahkan bahwa kurangnya legitimasi pemerintah akan “menggandakan tantangan dan hambatan di depan pemerintah dalam menangani masalah nasional dan berurusan dengan mitra internasional.”
Pemerintahan Bouden ini baru dilantik pada Senin — dua pekan setelah dia ditunjuk sebagai perdana menteri baru oleh Saied.
Presiden Saied menggulingkan pemerintah pada 25 Juli, dia menangguhkan parlemen dan mengambil alih kekuasaan eksekutif.
Sementara dia bersikeras bahwa “langkah-langkah luar biasa” itu bertujuan untuk “menyelamatkan” negara, para kritikus menuduhnya melancarkan kudeta.
Mayoritas partai di Tunisia menolak perebutan kekuasaan Saied, dan beberapa menuduhnya mendalangi kudeta terhadap Konstitusi. Namun, pihak lain menganggap keputusan Saied benar mengingat krisis politik, ekonomi, dan kesehatan yang dihadapi negara Afrika Utara itu.
Tunisia dipandang sebagai satu-satunya negara yang berhasil melakukan transisi demokrasi di antara negara-negara Arab yang menyaksikan revolusi rakyat menggulingkan rezim yang berkuasa, termasuk Mesir, Libya dan Yaman.[Anadolu]