ISLAMTODAY ID-Drone tak berawak Harop membawa 20kg bahan peledak dan dapat terbang selama tujuh jam hingga jarak 1.000 kilometer
Israel Aerospace Industries (IAI) telah menerima USD 22 JT tahun ini dalam kesepakatan senjata dengan Maroko untuk memasok drone “kamikaze”, Haaretz melaporkan pada hari Selasa (30/11).
Kesepakatan itu dilaporkan melibatkan pembelian drone bersenjata oleh Maroko dari produsen kedirgantaraan milik negara Israel, menurut sumber Maroko yang berbicara dengan Defense News.
Situs Intelijen Afrika juga melaporkan bahwa perjanjian tersebut mencakup pembuatan drone kamikaze Harop di Maroko. IAI menolak berkomentar kepada Haaretz apakah itu benar atau tidak.
Harop adalah drone “bunuh diri” tak berawak sepanjang 2,5 meter dengan lebar sayap tiga meter.
Ia memiliki kapasitas untuk terbang selama tujuh jam dan hingga 1.000 kilometer, sambil membawa 20kg bahan peledak.
Pada kunjungan ke Maroko pekan lalu, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz menandatangani perjanjian kerja sama keamanan dengan mitranya dari Maroko, Abdellatif Loudiyi, yang mencakup komitmen untuk menandatangani dan mempromosikan kesepakatan senjata.
Kerja sama militer ini dilakukan setahun setelah kedua negara mengumumkan terjalinnya hubungan diplomatik.
Menurut laporan keuangan yang disampaikan oleh IAI ke Tel Aviv Stock Exchange, perusahaan mencatat pendapatan sebesar USD 12 juta pada kuartal ketiga dan USD 10 juta pada kuartal kedua, seperti dilansir dari MEE, Selasa (30/11).
Kesepakatan itu baru, menurut Haaretz, karena tidak ada kesepakatan pesawat terbang antara Israel dan negara Afrika mana pun pada tahun 2019 dan tahun 2020.
Dibeli dari Israel, drone Harop digunakan oleh Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh tahun lalu, ketika diyakini pertama kali digunakan dalam aksi ofensif.
Dilaporkan pada saat itu bahwa drone Harop memberi Azerbaijan keuntungan strategis dalam konflik dengan Armenia.
Sahara Barat
Maroko bercokol dalam sengketa teritorial atas wilayah Sahara Barat dengan Front Polisario, yang mencari kemerdekaan dan penentuan nasib sendiri dengan dukungan dari negara tetangga Aljazair.
Ketegangan antara Maroko dan Aljazair telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dengan Aljazair memutuskan hubungan diplomatik dengan Rabat pada bulan Agustus.
Tiga pengemudi truk Aljazair tewas awal bulan ini dalam apa yang digambarkan Aljazair sebagai “pembunuhan” oleh militer Maroko menggunakan “senjata canggih” di Sahara Barat.
AS telah mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah tersebut dalam perjanjian normalisasi antara Israel dan kerajaan Afrika Utara.
Diyakini kesepakatan senjata baru dapat membantu Rabat memperkuat kendali atas wilayah yang disengketakan dan mengakhiri gejolak kekerasan dengan Polisario.
Pada bulan September, Maroko menerima pengiriman drone tempur Bayraktar buatan Turki, menurut Far-Maroc, sebuah situs berita militer swasta.
(Resa/MEE/Far-Maroc/Haaretz/Defense News)