ISLAMTODAY ID-Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock membuat pengakuan dalam debat dengan rekan Uni Eropa tentang pengiriman tank ke Kiev.
Pejabat AS dan UE sebelumnya telah berusaha keras untuk mengklaim bahwa mereka bukan pihak dalam konflik di Ukraina.
“Dan karena itu saya sudah katakan di hari-hari terakhir – ya, kita harus berbuat lebih banyak untuk mempertahankan Ukraina. Ya, kami juga harus berbuat lebih banyak pada tank,” ungkap Baerbock dalam debat di Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE) pada hari Selasa (24/1/2023), seperti dilansir RT, Rabu (25/1/2023).
“Tetapi bagian yang paling penting dan krusial adalah kita melakukannya bersama dan kita tidak saling menyalahkan di Eropa, karena kita berperang melawan Rusia dan bukan melawan satu sama lain.”
Sementara Kanselir Olaf Scholz bersikeras bahwa Jerman harus mendukung Ukraina tetapi menghindari konfrontasi langsung dengan Rusia, mitra koalisinya Baerbock telah mengambil posisi yang lebih hawkish.
Menurut media Jerman, partainya – Partai Hijau – mendukung pengiriman tank Leopard 2 ke Kiev, dan akhirnya berhasil menekan Scholz untuk menyetujuinya.
Menteri Pertahanan Christine Lambrecht yang enggan mengirim tank ke Ukraina terpaksa mundur.
Ini bukan pertama kalinya Baerbock membuat gelombang dengan posisinya dalam konflik.
Dia mengatakan pada pertemuan UE di Praha Agustus lalu bahwa dia bermaksud untuk memenuhi janjinya ke Ukraina “tidak peduli apa yang dipikirkan pemilih Jerman saya.”
Mengutip kata-kata Baerbock pada hari Rabu (25/1/2023), juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan bahwa Barat terus mengakui bahwa mereka telah merencanakan konflik saat ini selama bertahun-tahun.
“Jika kita menambahkan ini pada pengungkapan Merkel bahwa mereka memperkuat Ukraina dan tidak mengandalkan perjanjian Minsk, maka kita berbicara tentang perang melawan Rusia yang telah direncanakan sebelumnya. Jangan katakan nanti bahwa kami tidak memperingatkan Anda,” desak Zakharova.
Mantan kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan kepada media Jerman pada awal Desember bahwa gencatan senjata tahun 2014 yang ditengahi oleh Berlin dan Paris sebenarnya merupakan taktik untuk “memberi Ukraina waktu yang berharga” dalam pembangunan militer.
Mantan presiden Prancis Francois Hollande telah mengkonfirmasi hal ini, sementara pemimpin Ukraina saat itu, Pyotr Poroshenko, juga mengakuinya secara terbuka.
Operasi Rusia di Ukraina adalah “tanggapan paksa dan upaya terakhir terhadap persiapan agresi oleh AS dan satelitnya,” klaim mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev pada hari Senin.
(Resa/RT)