(IslamToday ID)—India mewarisi bentuk kekuasaan monopoli negara yang terlalu terpusat layaknya Kerajaan Inggris.
Meskipun India mengaku sebagai negara demokrasi namun nyatanya situasi di kehidupan nyata masyarakatnya tidak demikian.
Munculnya kepemipinan yang menggunakan slogan-slogan populis untuk mengusir para imigran dari negara-negara Selatan serta menargetkan kelompok agama minoritas Muslim di India membuktikan warisan penjajah Inggris masih kental terasa.
Namun, praktik-praktik yang kekerasan dan tidak demokratis seperti itu bukanlah hal yang baru.
Nyatanya, sejak pemerintahan kolonial Inggris di India, mereka telah memberlakukan pembentukan lembaga-lembaga, perlengkapan hukum untuk mentargerkan populasi tertentu untuk menjadi sasaran penyerangan kekerasan dan kekejaman yakni umat Muslim.
Setelah runtuhnya penjajahan di Inggris dan berakhirnya Perang Dunia II, Alih-alih mempromosikan kebebasan dan aspirasi sosio-ekonomi yang memotivasi perjuangan nasionalis melawan kolonialisme, tatanan global pasca-Perang Dunia II justru mengukuhkan struktur dan kebijakan yang menindas dan tidak adil dari negara-negara kolonial baru.
Selanjutnya sepanjang Perang Dingin, satu demi satu negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menyerah pada suatu bentuk otoritarianisme militer, dengan persetujuan diam-diam dari Inggris, Amerika Serikat dan sekutunya di dunia kapitalis.
Pernyataan-pernyataan tentang komitmen Barat untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi secara global tidak pernah menghalangi Washington untuk mendukung para diktator militer dan penguasa otoriter ketika hal itu sesuai dengan tujuan kebijakannya.
Situasinya tidak berbeda saat ini. India, negara demokrasi terbesar di dunia, telah jatuh secara drastis dalam indeks kebebasan dan sekarang sering disebut sebagai negara demokrasi yang cacat.
Terdapat banyak bukti diskriminasi dan kekerasan yang ditargetkan terhadap minoritas Muslim India di bawah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi yang sedang berkuasa, yang paling mengkhawatirkan adalah di Kashmir, di mana orang-orang telah secara menyeluruh ditolak hak-hak dasar mereka sejak setidaknya Agustus 2019. [sya]