JAKARTA, (IslamToday ID) – Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia (UI) menyatakan kenaikan
iuran BPJS Kesehatan tidak akan berpengaruh besar terhadap penyelesaian defisit
anggaran BPJS Kesehatan.
“Dengan adanya kenaikan (iuran) ini kan berpikirnya bisa menyelesaikan defisit. Menurut
saya enggak,” kata Kepala Grup Penelitian Kemiskinan dan Perlindungan Sosial
LPEM FEB UI, Teguh Dartanto, Kamis (7/11/2019).
Menurutnya, hal itu didasarkan pada penelitian terhadap orang-orang yang sama yang dilakukan pada 2015 dan 2016 ketika iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan sekitar 30 persen. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 24 persen dari total peserta BPJS menurunkan kelas layanan dari kelas 1 ke kelas 2 dan dari kelas 2 turun ke kelas 3 akibat kenaikan tersebut.
“Itu yang kenaikannya kurang dari 100 persen. Apalagi yang naiknya 100 persen,” ujar Teguh.
Artinya, tujuan
utama kenaikan premi tersebut tidak banyak bermanfaat untuk mengurangi defisit
anggaran. “Karena dulu logika matematikanya sederhana, ketika kurang maka
dinaikkan, tanpa berpikir mengenai pola perilaku masyarakatnya,” ungkap Teguh.
“Orang enggak berpikir ketika naik, maka orang akan turun kelas. Kalau
nanti orang yang kelas 1 dan kelas 2 pada turun kelas ke kelas 3, semuanya juga
akhirnya akan sama saja,” tambahnya.
Kenaikan iuran, katanya, tidak akan memberikan pengaruh besar
terhadap penyelesaian defisit anggaran karena akan berdampak pada penurunan
layanan kelas peserta. Yang pertama orang turun kelas, kedua orang
berhenti membayar. “Kalau stop membayar kan sama saja. Tetap saja defisit,” tutupnya.
Sementara itu, dalam
rapat dengar pendapat antara Komisi IX DPR RI dengan BPJS Kesehatan serta
Menteri Kesehatan, Rabu (6/11/2019), pemerintah keukeh memilih rasionalisasi
iuran dalam mengatasi defisit anggaran BPJS. “Rasionalisasi iuran dianggap bisa mengurangi defisit, paling tidak
persoalan telat bayar menjadi angka yang lebih rendah,” ungkap Kepala BPJS
Kesehatan, Fahmi Idris.
Permasalahan defisit yang dialami oleh BPJS ini
dikomentari oleh anggota Komisi IX dari fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay.
Saleh meminta penjelasan kepada perwakilan pemerintah untuk menjelaskan
berbagai inovasi yang dilakukan untuk menutup defisit.
“Tolong carikan inovasi-inovasi baru dalam
rangka menutupi defisit BPJS dan dalam rangka menyiapkan akses pelayananan
kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Saleh menyebut berdasarkan data BPKP, BPJS
memiliki potensi piutang dengan persentase 53,72 persen. Menurutnya, piutang
ini harus segera ditagih karena kolektabilitas dari iuran BPJS itu sangat
rendah.
Defisit yang dialami BPJS ini juga diakibatkan karena utang sebanyak Rp 300 miliar kepada rumah sakit Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Menurut Saleh, jangan sampai operasional rumah sakit yang membantu masyarakat terkendala hanya karena persoalan internal di BPJS yang tidak kunjung bayar. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Gelora.co