JAKARTA, (IslamToday ID) – Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo meminta semua pihak segera membangun komunikasi yang lebih intens untuk menyelesaikan kasus perusakan Mushala Al Hidayah di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut).
Menurut Anton, selama dirinya ditugasi menyelesaikan silang selisih rumah ibadah, pemicu yang muncul adalah karena masalah komunikasi antar umat beragama. Ia berharap pembangunan tempat ibadah umat muslim di daerah itu dipertimbangkan dengan baik oleh warga. “Ini mengingat tempat ibadah tersebut sangat dibutuhkan warga,” ujarnya, Kamis (30/1/2020).
Anton lantas mengingat saat dirinya menangani kasus pembakaran tempat ibadah di Tolikara, Papua. Saat itu, tokoh agama kompak marah dan mengutuk keras perusakan tempat tersebut. Mereka meminta agar pemda segera menerbitkan izin pendirian masjid karena sangat diperlukan umat Islam.
“Mereka juga ikut mengganti rugi kerusakan dan membantu kelancaran pembangunan masjid. Alhamdulillah tidak sampai sebulan, Tolikara sudah punya masjid lagi dan lebih bagus lebih strategis,” urainya.
Sejauh ini, ia mendengar bahwa kasus di Minahasa juga demikian. Ada kesepakatan ganti rugi dan membantu kelancaran pendirian masjid tersebut. “Soal hukum terhadap pelaku perusakan diserahkan yang berwajib. Kini sudah beberapa pelaku yang ditangkap,” tegasnya.
Terlepas dari itu, Anton mendesak kepada semua warga negara Indonesia untuk menghormati kebebasan beragama sesuai amanah UUD 1945 dan Pancasila. Jangan sampai, jargon “saya Pancasila” hanya ramai didengungkan tanpa ada pengamalan di dunia sehari-hari. “Jangan hanya berteriak saya Pancasila, tapi nihil dari sifat-sifat kelima sila tersebut,” tutupnya.
Sementara itu, Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma’aif menilai apapun alasannya, perusakan rumah ibadah termasuk mushala atau masjid merupakan tindakan anti-Pancasila.
“Apapun alasannya perusak rumah ibadah, termasuk masjid di Minahasa Utara wajib ditangkap dan diproses secara hukum. Termasuk provokator dan dalangnya. Mereka itu yang anti-Pancasila dan anarkis dan teroris,” ungkap Slamet.
Ia menegaskan, jika prosedur pendirian tempat ibadah sudah dijalankan dengan benar dan izin sudah ada, maka pemda setempat wajib bangun kembali mushala yang dirusak. “Pemda dan FKUB harus duduk bersama untuk menyelesaikan dengan baik agar konflik tidak berlanjut,” tegas Slamet.
Seperti diberitakan sebelumnya, perusakan mushala di Minahasa Utara terekam dalam sebuah video yang beredar luas di masyarakat. Dalam video tersebut terekam sejumlah massa merusak beberapa bagian mushala sambil berteriak-teriak tidak jelas.
Terlihat pula massa merangsek masuk ke mushala dengan menggunakan alas kaki. Video berdurasi 1 menit 34 detik ini juga merekam sebuah spanduk yang dipasang di pagar mushala. Spanduk tersebut bertuliskan:
- Kami masyarakat Desa Tumaluntung menolak pendirian mushala/mesjid di wilayah kami dengan alasan penduduk di sekitar lokasi mushala mesjid 95% nonmuslim.
- Kami tidak mau terganggu kenyamanan hidup kami akibat kebisingan toa.
- Kami tidak mau hidup kami terancam pidana penistaan agama karena protes komplain terhadap kebisingan toa. (wip)
Sumber: Rmol.id, Voa-islam.com