JAKARTA, (IslamToday ID) – Merebaknya virus corona di berbagai negara di dunia ternyata juga berimbas pada pariwisata Indonesia. Kunjungan turis, terutama turis China berkurang drastis. Selain karena dilarang oleh pemerintah China agar warganya jangan bepergian, begitu juga dengan pemerintah Indonesia yang mengeluarkan kebijakan menyetop penerbangan dari dan ke China.
Padahal, kunjungan turis China ke Indonesia merupakan yang terbanyak ketiga setelah turis Malaysia dan Singapura. Jumlahnya mencapai 154,2 juta kunjungan di bulan Desember 2019. Data dari World Tourism Organization (UNWTO) menyatakan China membelanjakan tak kurang dari 277 miliar dolar AS dari 150 juta perjalanan ke luar negeri. Dan itu yang terbesar di dunia.
Data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), akibat larangan tersebut, turis China yang datang ke Indonesia, termasuk ke Bali dan Manado berkurang drastis dan kini tinggal kurang dari 500 orang.
Bila industri pariwisata sepi, sedikit turis yang datang, maka pendapatan negara maupun cadangan devisa dari sektor pariwisata dapat berkurang. Padahal cadangan devisa sangat penting, salah satunya alat stabilisasi mata uang suatu negara. Misalnya, jika kurs rupiah sedang terpuruk, maka Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi dengan cadangan devisa untuk menstabilkan nilai tukar mata uang Garuda.
Tak mau berlama-lama semakin terpuruk, pemerintah pun mencari cara agar kunjungan wisata terutama dari turis asing kembali normal. Pemerintah berinisiatif menggunakan jasa para influencer (orang yang memiliki pengaruh) mancanegara untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Anggarannya pun cukup fantastis, yakni mencapai Rp 72 miliar.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio mengungkapkan pemerintah memilih untuk menggunakan jasa influencer internasional agar upaya pemasaran bisa lebih efektif.
“Kalau kita mau pengaruhi pasar Amerika Serikat, ya kita harus pakai influencer dari sana. Kalau influencernya dari Indonesia, tidak akan berpengaruh,” ujar Wishnutama di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Saat ini, lanjutnya, pemerintah masih memilah influencer-influencer yang akan diajak bekerja sama. Namun, fokus akan ditujukan kepada mereka yang berasal dari Amerika Serikat, India, Timur Tengah, dan Australia.
“Intinya negara-negara yang kira-kira punya potensi luar biasa. Seperti Australia. Itu kan dekat, sejauh ini juga banyak yang berkunjung, pengeluaran mereka besar,” jelasnya.
Diharapkan, pada Maret mendatang skema promosi tersebut sudah bisa berjalan. “Sekarang kita masih pelajari, masih kita cari. Misalnya si A, engagement-nya berapa, viewers-nya berapa di YouTube atau Instagram. Yang paling bagus akan kita dekati,” tuturnya.
Salah satu contoh influencer level dunia yang dianggap potensial adalah boyband asal Korea Selatan yakni Bangtan Boys atau BTS. Namun, Wishnutama mengaku Indonesia tidak mampu memakai jasa grup tersebut karena tarif mereka terlampau mahal.
“Tidak. Kalau bayar influencer BTS tidak mampu kita. Bisa lebih dari 10 juta dolar AS (Rp138 miliar) mungkin tarif mereka,” tandasnya.
Rencana pemerintah melalui Kementerian Pariwisata itu pun langsung dikritik keras karena dinilai hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, rencana pemerintah menggunakan jasa influencer itu juga kontradiktif dengan semangat Presiden Jokowi yang kerap diumbar ke publik.
“Ini melukai hati rakyat. (Anggaran influencer muncul) Di saat Pak Jokowi sering bilang harus ikat pinggang, efektif, efisiensi, honorer diberhentikan, perjalanan dinas dipotong, karena kondisi keuangan negara yang kurang,” kata Pangi, Kamis (27/2/2020).
Menurutnya, masyarakat harus betul-betul mengawasi rencana pemerintah yang menggelontorkan dana tak sedikit itu. Sebab, bisa jadi anggaran tersebut digunakan untuk agenda lain.
“Dana Rp 72 miliar untuk influencer itu di luar akal sehat. Dihambur-hamburkan untuk kepentingan siapa, agenda apa? Betul untuk counter virus corona? Jangan-jangan untuk kepentingan lain. Itu yang enggak bisa kita jamin,” tandasnya.
Balas Jasa
Dosen ilmu politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun juga turut bersuara. Ia mengatakan, langkah pemerintah untuk menambah pendapatan negara dinilai wajar di saat situasi yang sulit saat ini.
“Dalam situasi seperti itu, biasanya pemerintah cari upaya untuk menambah pendapatan dari sumber non pajak. Salah satu sumbernya adalah dari sektor pariwisata. Problemnya, pariwisata sedang lesu karena corona efect, maka kelesuan itu dijawab dengan penguatan strategi promosi. Itu rational choice pemerintah, agak masuk akal,” ucap Ubedilah, Jumat (28/2/2020).
Namun, katanya, efek virus corona tidak bisa dijawab dengan kampanye pariwisata melalui influencer dengan nilai anggaran sebesar Rp 72 miliar. “Biaya untuk melakukan tindakan konkrit pemerintah atasi virus corono secara meyakinkan jauh lebih penting ketimbang uang Rp 72 miliar itu dibagi-bagi ke influencer,” jelasnya.
Karena kata Ubedilah, uang sebesar itu ditakutkan menjadi salah tafsir di masyarakat yang menilai uang tersebut diberikan sebagai balas jasa Presiden Jokowi terhadap para influencer atau buzzer yang turut membantu pemenangan di Pilpres 2019 kemarin.
“Jangan sampai ada tafsir liar bahwa bagi-bagi Rp 72 miliar ke influencer itu sebagai balas jasa Jokowi ke influencer yang telah membantu pemenangannya,” pungkasnya.
Di tempat lain, Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Ganinduto mengaku belum mendapatkan laporan terkait rencana pengeluaran APBN untuk influencer. “Apa itu? Belum ada masuk di kami. Kami belum mendapatkan laporan itu. Belum ada soal dana itu,” ucap Dito di depan ruang sidang paripurna DPR, Gedung Nusantara II, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Namun, menurutnya, pemerintah memang memerlukan semacam booster untuk mendorong pariwisata di Indonesia yang melemah akibat virus corona. “Pariwisata kan memang lagi turun sekali, kan ada satu booster antara lain mungkin influencer, kedua tiket, kemudian harga avtur diturunin, kemudian bebas visa. Itu ya oke,” katanya.
Dito menambahkan, kalau pun dana Rp 72 miliar tersebut benar ada, itu tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Sehingga ia setuju dengan langkah pemerintah tersebut.
“Tapi terus terang saja belum dibahas, kita belum bahas. Tapi kalau untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, itu kita dukung dong, untuk daerah pariwisata kan jadi sepi bener. Kemarin kami kunker ke Batam, Bintan sepinya bukan main. Kasihan kan agen travel pada tutup semua, pengunjungnya sangat berkurang,” ungkap politisi PDIP ini. (wip)
Sumber: Mediaindonesia.com, Rmol.id, CNNIndonesia.com