(IslamToday ID) — Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia belum lama ini mempublikasikan utang luar negeri Indonesia.
Menurut laporan CNBC Indonesia (17/2/2020), Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV 2019 mengalami perlambatan. Posisi ULN Indonesia di akhir kuartal IV itu tercatat sebesar US$ 404,3 miliar atau sekitar Rp 5.619,78 triliun, terdiri dari utang sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$ 202,9 miliar dan utang sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 201,4 miliar.
Utang Indonesia yang terus membengkak ini mengundang Ekonom senior Rizal Ramli turut berkomentar. Rizal mengungkapkan jika pemerintah Indonesia telah bertindak ugal-ugalan.
Menurutnya, nilai utang Indonesia telah melebihi batas aman 22% dari Gross Domestic Product (GDP), karena nilainya mendekati 30% yakni 29,8%.
“Masalahnya, Indonesia bukan negara maju yang rasio pajaknya tinggi, rasio pajak Indonesia hanya 10-11 persen. Artinya, rasio aman utang Indonesia seharusnya adalah 2 kali 11 persen, alias 22 persen. Sedangkan kini rasio utang Indonesia sudah 29,8 persen GDP,” ujar Rizal Ramli.
Lebih lanjut Rizal menuturkan tentang rasio batas aman utang Indonesia. Batas aman utang Indonesia ini didasarkan pada ratio Debt-Service/ Export Revenue adalah 20%. Rizal juga mengingatkan jika rasio utang Indonesia akan terus naik jika tidak ada solusi dari pemerintah. Mengingat laju utang Indonesia lebih tinggi dari GDPnya.
Rizal menyebut naiknya utang Indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar 20%. Sedangkan angka GDP Indonesia hanya naik 5% setiap tahunnya. Saat ini besaran bunga utang Indonesia tahun 2020 sebesar Rp 295 triliun. Utang pokok yang harus dibayar oleh pemerintah Rp 351 triliun, total uang Indonesia yang dikeluarkan untuk membayar bunga utang dan utang Rp 646 triliun.
Skema Utang
Mekanisme utang yang diajukan oleh pemerintah Indonesia setidaknya ada tiga skema. Tiga skema itu terdiri dari Surat Berharga Negara, lembaga keuangan dunia, dan negara-negara kreditur.
Untuk saat ini dari total utang negara persentase utang Indonesia adalah sebagai berikut Surat Berharga Negara 71,69 persen, 15 persen dari Lembaga keuangan dunia, dari negara-negara kreditur 13,31 persen.
Utang dengan skema Surat Berharga Negara (SBN) ialah penerbitan Surat Utang Negara (SUN) isinya berupa surat pengakuan utang yang pembayarannya dilakukan oleh negara. Skema ini lebih menguntungkan dari sisi pembeli SBN karena ada jaminan dari negara.
Skema SBN yang berlaku saat ini ada dua jenis yakni konvensional dan syariah. Pemerintah Indonesia menerbitkan SBN hampir tiap bulan kecuali pada bulan Juni dan Desember.
Skema utang yang juga dilakukan oleh pemerintah adalah melalui pinjaman dari lembaga keuangan dunia. Skema ini termasuk yang paling merugikan perekonomian suatu negara. Lembaga keuangan dunia terdiri dari negara maju yang memaksa negara berkembang untuk melakukan swastanisasi, melakukan penjualan kekayaan negara kepada swasta, perlakuan yang sama terhadap produk asing. Lembaga keuangan dunia: World Bank US$ 17,7 miliar, ADB US$ 10,1 miliar, IMF US$ 2,7 miliar, IDB US$ 1,2 miliar.
Sementara, Utang Negara Kreditur ini biasanya berkaitan dengan infrastruktur pembangunan. Jepang US$ 12,08 miliar, Jerman US$ 2,7 miliar, Perancis US$ 2,4 miliar, China US$ 1,7 miliar, Korea Selatan US$ 1,1 miliar, Amerika Serikat US$ 851 juta, Singapura US$ 552 juta, Australia US$ 372 juta.
Alokasi utang berdasarkan sektor yakni 19,06 sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial; 16,6 persen sektor konstruksi; 16,1 persen sektor pendidikan; 15,4 persen sektor adminitrasi, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; serta sebesar 13,2 persen sektor jasa keuangan dan asuransi.
Sementara utang Indonesia yang jatuh tempo dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut pada tahun 2014 sebesar Rp 237 triliun, berikutnya tahun 2015 turun menjadi Rp 226,26 triliun, sementara itu tahun 2016 mengalami kenaikan menjadi Rp 322,55 triliun.
Berikutnya pada tahun 2017 mengalami kenaikan angkanya menjadi Rp 350,22 triliun, tahun 2018 nilainya naik sangat fantastis menjadi Rp 492,29 triliun, pada tahun 2019 meskipun turun dari tahun sebelumnya tapi terhitung masih sangat tinggi yakni Rp 409 triliun.
8 Negara Kreditur
Ada delapan negara yang termasuk dalam negara kreditur terbesar bagi Indonesia. Delapan negara tersebut adalah Jepang, Jerman, Perancis, China, Korea Selatan, Amerika, Australia, dan Singapura.
Negara-negara kreditur tersebut ternyata memiliki banyak proyek di Indonesia. Yang terbaru misalnya Amerika Serikat melalui Development Finance Corporation (DFC) berencana akan melakukan investasi infrastruktur di Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
“Ini adalah proyek bernilai multi miliar dolar AS. Dalam beberapa bulan ke depan, saya akan kembali lagi untuk menegaskan nilai persisnya, namun ini mengarah ke investasi puluhan miliar dolar AS,” ungkap Luhut. (10/1/2020).
Sementara itu, Jepang sebagai negara kreditur terbesar tahun 2020 ini, telah melakukan investasi sebanyak US$3,24 miliar untuk 2.810 proyek pada tahun 2019 kemarin. Proyek investasi Jepang pada tahun 2020 meliputi kapal patroli di Natuna, program vokasi di Jepang, pembangunan ibu kota baru, industri kelapa sawit. Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, akan ada Rp 40 triliun digelontorkan Jepang ke Indonesia hingga tahun 2023.
Kabar terbaru Jepang akan melakukan investasi dalam bidang perikanan di Natuna. Hal ini terungkap dari hasil pertemuan antara Duta Besar Jepang, Masafumi Ishii dan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Proyek kerjasama di Natuna akan dimulai tahun 2021 dan kini sedang dalam proses pembangunan dengan menggunakan dana hibah sebesar Rp 124 juta.
“Kita bisa mulai produksi sampai segala macam itu akhir 2021,” tukas Luhut. (4/2/2020).
Proyek berikutnya ialah proyek jembatan laut Indonesia dengan Singapura yang dilaksanakan di Batam. Proyek ini sudah digagas sejak tahun 2005 dan diteruskan kembali oleh Presiden Jokowi pada 2019. Jembatan laut yang diberi nama Batam Bintan (Babin) ini akan menghubungan Indonesia dan Singapura. Anggaran proyek ini sebesar Rp 7,7 triliun.
“Jika Jembatan Batam-Bintan terealisasi, maka ada 3 daerah yang akan terdongkrak perekonomiannya. Yakni Batam, Bintan dan Tanjungpinang. Makanya kita berharap betul proyek ini cepat terwujud. Apalagi ini sudah menjadi janji Presiden Jolowi,” tutur Sekretaris Daerah Provinsi Kepri, TS Arif Fadillah. (4/3/2020).
Investasi Asing
Data investasi asing yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menempatkan Singapura sebagai investor tertinggi di Indonesia. Singapura USD 6,50 miliar dengan 7.020 proyek, porsinya 23,1% dari total PMA (Penanaman Modal Asing). Tiongkok USD 4,74 miliar dengan 2.130 proyek, porsinya 16,8% dari total PMA. Jepang USD 4,31 miliar dengan 3.835 proyek, porsinya 15,3% dari total PMA. Hongkong, USD 2,89 miliar dengan 1.508 proyek, porsinya 10,2% dari total PMA. Belanda USD 2,59 miliar dengan 1.345 proyek, porsinya 9,2% dari total PMA.
Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menyebutkan angka investasi di Indonesia tahun 2019 sampai diangka Rp 809,6 triliun. Menurutnya, kinerja ini akan terus ditingkatkan terus.
Tahun 2015, ketika Menteri Keuangan masih dijabat oleh Bambang P.S. Brodjonegoro pernah mengatakan campur tangan asing yang terlalu banyak bisa mengganggu stabilitas ekonomi negara.
Oleh karena itu, Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan terhadap asing dalam hal pendanaan pembangunan dengan mengoptimalkan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara.
“Kegoncangan perekonomian bisa terjadi kalau peran asing banyak. Makanya kita tak bisa bergantung terus akan pihak asing,” tandas Bambang (27/1/2015).
Penulis: Kukuh Subekti / Red: Tori Nuariza