(IslamToday ID) — Tiap negara memiliki strategi dan cara tersendiri dalam menangani pandemi virus corona (COVID-19). Ada yang sukses dan berhasil melalui masa kritis dengan kebijakan lockdown, seperti China. Ada pula yang belum berhasil sepenuhnya dengan kebijakan itu misalnya India yang justru memicu adanya kerusuhan.
Di sisi lain, ada pula yang berhasil melalui pandemi hanya dengan Social Distancing dan Rapid Test serta isolasi mandiri, misalnya Korea Selatan. Selain itu juga Vietnam yang diacungi jempol oleh WHO karena sukses dengan langkah deteksi dininya.
Langkah Penanganan
Di Indonesia, kasus corona virus mengejutkan semua pihak. Keyakinan pemerintah bahwa covid-19 tidak sampai ke Indonesia akhirnya runtuh, 2 Maret 2020 setelah 2 warga Depok dinyatakan positif terinveksi COVID-19.
Kabar itu membuat semua tercengang. Pemerintah mencoba menenangkan masyarakat, menyatakan bahwa COVID-19 dapat sembuh sendiri. Selain itu, membentuk gugus tugas penanganan COVID-19 berikut mengeluarkan protokol penanganannya.
Masyarakat diminta untuk mengurangi aktifitas keluar rumah. Kegiatan yang mengundang kerumunan massa, dibubarkan. Bahkan, shalat berjamaah di Masjid untuk sementara ‘diliburkan’. Masyarakat diminta untuk di rumah saja atau dalam istilah pemerintah mengamalkan social distancing.
Hal mengejutkan kembali terjadi, Menteri Perhubungan Budi Karya positif terinveksi COVID-19. Hal ini mengagetkan masyrakat, terlebih wabah COVID-19 terus meluas dan angka kasus terus bertambah. Sementara itu, di sisi lain Alat Pelindung Diri (APD) tenaga kesehatan ada dalam jumlah sangat minim.
Akan tetapi tidak tampak kebijakan yang signifikan, Pemerintah hanya merenovasi istilah social distancing’ menjadi phsyical distancing, menjaga jarak agar aman dari penularan COVID-19.
Menyikapi kondisi yang demikian, setiap daerah kemudian berinisiatif mengeluarkan kebijakan sendiri. Mulai dari menetapkan status kejadian luar biasa (KLB), sebagaimana terjadi di Solo, Jawa Tengah, hingga karantina lokal yang dilakukan di tegal dan kota-kota lainnya.
Tren karantina lokal semakin meluas seiring bertambahnya meluasnya penyebaran kasus CPVID-19. Bahkan secara swadaya tiap kampung mengkarantina wilayahnya masing masing. Namun rupanya, visi antara pemerintah dan masyarakat berbeda dalam penanganan COVID-19 ini.
Konsistensi Presiden Diuji
Meskipun Presiden Jokowi sendiri yang menandatangai UU No. 6/2018 Kekarantinaan Kesehatan, namun ia tampaknya berat menerapkan undang-undang tersebut. Padahal Aturan tersebut memang dipersiapkan untuk menghadapi kondisi seperti saat ini. Uniknya Pesiden Jokowi justru mengeluarkan opsi Darurat Sipil sebagai jalan terakhir
Sebelumnya, Jokowi menyatakan saat ini pembatasan sosial skala besar perlu diterapkan dalam menghadapi Pandemi Corona. Maka kebijakan Darurat Sipil perlu dijalankan.
“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga tadi juga sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” demikian kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas laporan Gugus Tugas COVID-19 yang disiarkan melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30/3).
Hal ini menuai kritik luas. Bahkan, kritik tajam datang dari almamater Presiden Jokowi. Oce Madril, Ahli hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, tidak habis pikir atas rencana Presiden Jokowi menerapkan darurat sipil sebagai langkah terakhir.
“Entah mengapa Perppu 1959 yang dirujuk. Padahal ada regulasi UU Penanggulangan Bencana tahun 2007 dan UU yang dibuat oleh Presiden Jokowi, yaitu UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” ujarnya, Selasa (31/3/2020) dikutip dari detikcom.
“Apakah karena beban tanggung jawab pemerintah yang berat dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, seperti menanggung kebutuhan dasar rakyat, kalau pakai Perppu memang nggak ada bebannya,” imbuhnya.
Oce Madril menegaskan, Darurat Sipil mengarah ke penertiban. Sedangkan UU Kekarantinaan Kesehatan mengarah pada jaminan kebutuhan dasar rakyat. Oleh karena itu, ia meminta Presiden Jokowi konsisten terhadap UU Kekarantinaan Kesehatan yang ditandatanganinya sendiri. Apalagi, UU itu memiliki naskah akademik dan dibuat dengan serius.
“Ikuti logika UU ini. UU Kekarantinaan Kesehatan ini bertanda tangan Presiden Jokowi lho,” sindir Oce.
Penulis: Arief Setiyanto
Redaktur: Tori Nuariza