IslamToday ID – Sudah 36 tenaga medis meninggal dunia selama masa pandemi virus corona covid-19 di Indonesia. 20 diantaranya adalah dokter umum dan spesialis, 6 dokter gigi dan 10 orang lainnya perawat.
Nasib naas yang dialami para tenaga medis itu, salah satunya akibat ketidakmampuan pemerintah menyediakan Alat Perlindungan Diri (APD). Namun hingga saat ini tidak terdengar kata maaf dari pemerintah.
Ucapan duka cita yang mendalam, atas berpulangnya dokter, perawat, dan tenaga medis telah disampaikan Presiden Jokowi 23 Maret lalu. Entah lupa atau saking terharunya, presiden tidak menyampaikan permintaan maaf atas kelalaian pemerintah dalam menyediakan APD. Sehingga resiko tenaga medis turut terinfeksi semakin tinggi.
”Mereka, beliau-beliau telah berdedikasi, berjuang sekuat tenaga dalam rangka menangani Virus Korona (Covid-19) ini. Atas nama nama pemerintah, negara, dan rakyat saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras beliau-beliau, atas perjuangan beliau-beliau dalam rangka mendedikasikan dalam penanganan Covid-19),” tutur, Senin (23/3).
Pada suasana duka itu, malah menyampaikan soal kompensasi bagi para tenaga medis, yang bekerja ditengah bahaya. Padahal yang mereka minta terlebih dahulu sederhana, APD. Bukan janji kompensasi.
”Pada kesempatan yang baik ini juga, kemarin kita telah rapat dan telah diputuskan, telah dihitung oleh Menteri Keuangan, bahwa akan diberikan insentif bulanan kepada tenaga medis,” kata Presiden.
Rinciannya, menurut Presiden, dokter spesialis akan diberikan Rp15 juta, dokter umum dan dokter gigi akan diberikan Rp10 juta, bidan dan perawat akan diberikan Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya akan diberikan Rp5 juta.
”Kemudian juga akan diberikan santunan kematian sebesar Rp300 juta dan ini hanya berlaku untuk daerah yang telah menyatakan tanggap darurat,” pungkas Presiden Jokowi
Berbeda halnya dengan Presiden Moon Jae-in, saat mendengar kabar kematian Heo Yeong-gu, seorang dokter penyakit dalam di Provinsi Gyeongbuk, pusat penyebaran Covid-19 di Korea Selatan.
“Sangat menyedihkan ketika memiliki kematian pertama dari tenaga medis profesional kami yang tertular virus corona saat merawat pasien. Saya sangat terpukul,” cuit Moon dalam akun Twitternya pada Sabtu (4/4).
Presiden Moon Jae-in dan pejabat tinggi lainnya menyumbangkan 30 persen gajinya selama empat bulan untuk memrangi covid-19. Anggota kabinet dan kepala lembaga pemerintah sepakat menyumbangkan gajinya selama masa darurat.
Tanggungjawab
APD menjadi alat pertahanan utama para tenaga medis, termasuk supir yang menjemput dan mengantar pasien. Setidaknya, untuk merawat satu pasien Corona, dibutuhkan 20 set alat pelindung diri (APD). Lonjakan jumlah pasien menyebabkan jumlah APD semakin cepat berkurang. Padahal jumlah kasus postif covid-19 terus bertambah. Hingga 10 Aril 2020 tercatat 3.512 kasus.
Pemerintah ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan APD bagi tenaga medis. Sebelumnya menteri BUMN Erick Thohir sudah buka-bukaan bahwa rumah sakit milik BUMN dan jaringannya hanya mampu menampung sekitar 10.000 pasien dengan kebutuhan APD sekitar 1,5 juta unit.
“Sebagai catatan 10 ribu pasien kebutuhan APD 1,5 juta, jujur nggak ada,” jawab Erick ketika ditanya Komisi VI DPR-RI, Jumat (3/4/2020).
Sadar tak mampu mengandalkan pemerimtah, masyarakat terpaksa ‘mengambil’ apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah. Berbagai lapisan masyrakat, organisasi agam, organisasi social, lembaga zakat, para mualaf, pelaku usaha, menggalang dana untuk memenuhi APD bagi para tenaga medis yang berjuang digaris depan. Semua berusaha mengakhiri kisah tanaga medis bertameng jas hujan dalam perang melawan corona virus.
Yayasan Mualaf Center Indonesia salah telah membagikan 150 ribu masker dan segera membagikan 40 ribu suit hazmat. Selain itu juga akan memproduksi 10 ribu surgical grom dan 10 ribu penutup wajah.
Ditengah lesunya ekonomim para pelaku usaha onlineshop dan usaha mikro di Jombang memberikan 100 APD untuk RSUD Jombang.
“Rumusnya sederhana, jika APD, masker, sanitizer masih susah disediakan bagi para tenaga medis, maka pemerintah memang lalai,” kata Anggota DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, kepada Rabu (8/4).
Bagai susu dibalas air tuba, begitulah peribahasa yang mungkin mewakili nasib para tenaga medis yang merawat pasien covid-19. Alih-alih mendapat penghormatan, faktanya mereka justru mendapat stigma negatif. Bahkan yang sangat memprihatinkan jasad perawat yang telah gugur dalam tugasnya itu ditolak warga saat hendak dimakamkan.
Penulis Arief Setiyanto