IslamToday ID –Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengeluarkan kebijakan kontroversial, dengan memperbolehkan seluruh moda transportasi beroperasi. Padahal, pandemi covid-19 di Indonesia belum berhenti. Kebijkan tersebut sontak mendapat kritik dari berbagai pihak.
Jika dirunut kebelakang, kebijakan penanganan dampak covid-19 yang dikeluarkan pemerintah tidak hanya membuat bingung, tapi membuat jengkel masyarakat. Sejumlah pejabat mengeluarkan pernaytaan yang saling bertolak belakang, sampai-sampai harus direvisi berulang kali oleh ‘bawahannya’. Misalnya soal larangan mudik, hingga diks mudik dan pulang kampong yang menurut Presiden Jokowi berbeda maknanya.
Oleh karena itu, masyarakat meminta pemerintah memperbaiki komunikasi publik dalam menyampaikan kebijakan, agar tidak membuat bingung masyarakat. Dalam kondisi ‘perang’ seperti saat ini, seharusnya berbagai kebijkan yang disampaikan ke pada publiccukup satu pintu. Yakni, melalui, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
“Kemudian saya pikir perhubungan (menhub) mungkin berhenti bicara saja kayak Menkes (Terawan) yang nggak ngomong kan, itu bagus, adem,”ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, Kamis (7/5).
Djoko meminta Menhub Budi Karya mencontoh Menkes Terawan. Menkes Terawan tidak banyak bersuara, terlebih kasus covid-19 di Indonesia belum menunjukan perubahan signifikan. Namun diamnya menkes cukup memberikan rasa tenang pada masyarakat, dari pada bersuara namun membuat bingung.
Sementara itu, Direktur HRS Center, Abdul Chair Ramadhan menilai Pembukaan semua moda transportasi membuat status darurat kesehatan masyarakat menjadi tidak pasti. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) semakin tidak berguna dalam pengendalian penularan dan penyebaran covid-19.
Abdul Chair berharap, pemerintah lebih mengutamakan keselamatan jiwa rakyat Indonesi, dibanding kepentingan ekonomi. Ia menduga saat ini pemerintah tengah dihadapkan pada dua pilihan sulit, antara memenuhi kepentingan ekonomi dan kepentingan keselamatan rakyatnya.
“Sekarang Pemerintah Pusat dihadapkan kepada pilihan yang sulit, antara kepentingan ekonomi dan kepentingan keselamatan jiwa masyarakat, yang manakah yang harus didahulukan (prioritas). Inilah letak masalah dilema, semuanya telah terjadi. Pada prinsipnya keselamatan jiwa rakyat harus menjadi prioritas,” tuturnya.
Transportasi
Kebijkan larangan mudik dan larangan operasional transportasi umum baik darat, laut dan udara yang sempat dikeluarkan oleh oleh Menhub Ad Interim Luhut B Panjaitan (23/4), memang mengguncang pendapatan disektor transportasi.
Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Angkutan Darat (ORGANDA) Ateng Haryono mengatakan, larangan mudik pemerintah berdampak signifikan terhadap pengusaha bisnis angkutan. Kebijakan social distancing, PSBB hingga pemberlakuan larangan mudik menyebabkan okupansi merosot di bawah 10% bahkan mendekati nol. Omzet pengusaha angkutan pun turun nyaris 100% akibat tak ada bus yang beroperasi.
Ateng Haryono, mengatkan angkutan darat paling babak belur akibat pandemic corona dan munculnya kebijkan larangan mudik. Total kerugian yang dialami moda angkutan penumpang ditaksir mencapai Rp 12 triliun.
Ateng menjelaskan angka Rp 12 triliun itu dari semua moda transportasi mulai dari AKAP, bus pariwisata, Taksi, AKDP, Angkot, Angses, sampai Bajaj. Bahkan angkutan barang yang masih diijinkan beroperasi turut mengalami kerugian hingga 7,5 triliun
Meski begitu, Ateng memastikan pihaknya bisa menerima langkah yang diambil pemerintah dalam menangani virus corona. Menurutnya yang harus diprioritaskan memang penyelesaian masalah tersebut.
“Tapi sisi lain kami juga apresiasi ketegasan ini (larangan mudik) kenapa karena kita enggak pengin juga kalau ini dibiarkan, penyebarannya tak terkendali enggak selesai-selesai yang namanya COVID ini. Masak kita mau begini terus,” ujarnya sxeperti dilansir kumparan.com Sabtu (25/4/2020) lalu.
Korban Jiwa & PHK
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hingga Senin (11/05/2020) kasus positif covid-19 mencapai 14.265 orang, Sembuh 2.881 orang dan Meninggal 991 orang.
Pandemi corona virus (covid-19) telah membawa dampak gulir yang mengerikan. Tidak hanya gelombang kematian, pandemi covid-19 di Indoensia turut menyebabkan badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah pekerja yang terkena (PHK) dan dirumahkan di tengah pandemi Covid-19 sejauh ini mencapai 2,9 juta. Sementara itu, Wakil Ketua Umum KADIN bidang UMKM, Suryani Motik menyatakan jumlah orang yang menjadi pengangguran akibat dampak covid-19 mencapai 40 juta orang.
Di sisi lain, Indonesia telah terjerumus dalam jurang hutang yang semakin dalam, lantaran penerbitan surat utang negara. Sebab jatuh temponya mencapai 50 tahun. Artinya, utang ini nantinya akan dirasakan hingga anak cucu rakyat Indonesia.
Selain itu, kini APBN berada dititik terberat. Pendapatan Negara turun dari Rp2.233 triliun menjadi Rp1.760 triliun. Sementara itu, Belanja Negara Naik dr Rp2.540 triliun menjadi Rp2.613 triliun. Akibatnya, kenaikan Defisit Anggaran dari Rp307,2 T menjadi Rp852,9 T. Untuk menutup defisit Rp852,9 triliun tersebut pemerintah berencana menganggarkan melalui utang.
“Ini adalah periode terberat APBN kita, ditengah turunnya produktifiras, biaya-biaya untuk recovery bencana harus dialokasikan,” ungkap Anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK periode 2019-2024, Achsanul Qosasi, Sabtu (9/5/2020)
Penulis: Kukuh Subekti, Arief Setiyanto
Editor: Arief Setiyanto