IslamToday ID –Iniden pembakaran bendera PDIP berlanjut ke ranah hukum. Ketimpangan hukum dikhawatirkan akan terjadi, jika polisi sampai menetapkan tersangka pembekaran bendera PDIP. Pasalnya, untuk kasus pembakaran bendera tauhid Polisi sama sekali tidak menjerat satupun tersangka.
Sebelumnya, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP DKI Jakarta resmi melaporkan aksi pembakaran bendera partai ke Polda Metro Jaya, Jumat (26/6). Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono menyebutkan hingga Senin (29/6) sudah ada lima orang saksi yang diperiksa. Pihaknya juga akan meminta keterangan dari saksi ahli untuk menindaklanjuti kasus pembakaran PDIP.
“Sifatnya masih penyelidikan, dan dilanjutkan oleh Polda Metro Jaya,” kata Argo.
Musisi Ahmad Dhani mengingatkan agar penegak hukum berhati-hati dalam menangani kasus pembakaran bendera PDIP. Dhani umat Islam akan marah jika nantinya kasus pembakaran bendera PDIP ini berhasil memenjarakan seseorang.
Bukan tanpa alasan, pada 22 Oktober 2018 pernah terjadi pembakaran bendera tauhid. Bendera bertuliskan lafadz La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah dibakar di Garut, Jawa Barat. Dalam insiden tersebut tidak ada satu pihak pun yang dibawa ke penjara maupun ke ranah pengadilan.
Menurut Dhani jika hal itu sampai terjadi, maka penegakan hukum di Indonesia tidak adil. Sebab bendera yang levelnya lebih rendah dari bendera agama itu berhasil memenjarakan seseorang.
“Maka dari itu ketika ada lambang-lambang lain yang dibawah itu nanti ada yang ditahan, ati-ati nih, ati-ati ya. Jangan sampai bendera yang levelnya dibawah itu diusut, karena nanti ada yang mara,” ujar Dhani
Menurut Dhani umat Islam bisa marah, sebab tidak ada yang lebih tinggi kelasnya daripada bendera bertuliskan La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah.
Mencari Rumusan Hukum
Pakar Filsafat Pancasila, Prof. Pierre Suteki dalam artikel berjudul “Bendera Tauhid, Bendera Negara, dan Bendera Partai: Beda Makna dan Hukumnya, memaparkan, bendera berfungsi sebagai salah satu panji, simbol suatu organisasi tertentu dan menjadi pemersatu warga organisasi. Menurutnya perlu kajian mendalam untuk menentukan hukum jika terjadi penodaan, pengrusakan dan pembakaran terhadap bendera organisasi tersebut.
“Boleh jadi pembakaran bendera partai itu hanya sebatas isu moral sosial bukan sebagai isu yang dapat dikualifikasikan sebagai delik atau tindak pidana. Maka akan beda makna dan hukumnya ketika bicara tentang bendera agama, bendera negara dan bendera partai,” tulisnya Ahad, (28/6/2020).
Ia menilai akan sangat sulit menentukan rumusan pidana dalam kasus pembakaran bendera PDIP dalam KUHP. Menurutnya, kasus pembekaran bendera PDIP berbeda dengan penistaan terhadap agama atau simbol agama. Selain itu, bendera PDIP bukanlah bendera nasional atau lambang negara, atau bendera agama.
“Bendera PDIP tidak dapat dikualifikasi sebagai bendera nasional, lambang negara. Jika PDIP membuat laporan tentang penghinaan atau pencemaran nama baik terkait aksi pembakaran bendera itu, hal itu juga tidak bisa dilakukan karena delik penghinaan dan pencemaran nama baik itu subjeknya orang bukan badan, organisasi atau barang, kecuali ada yang menghina menyebut nama orang,” jelasnya.
Menurutnya, ada pasal lain yang mungkin akan digunakan oleh PDIP seperti delik pengrusakan barang orang lain berdasar Pasal 406 KUHP. Pasal tersebut berbunyi;
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang yang sesuatu atau seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.”
Tapi, yang menjadi sandungan, bendera yang dibakar bukan barang milik orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Bendera yang dibakar peserta aksi milik peserta aksi sendiri dan bukan hasil curian.
Selain itu, seperti dilaporkan CNNIndonesia (26/6/2020) Pengamat Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia, Muzakir mengatakan bahwa, aksi pembakaran bendera PDIP itu bukan berarti penghinaan. Di mata sejumlah demonstran yang mengikuti penolakan RUU HIP, PDIP dianggap berkontribusi besar dalam proses pembahasan RUU HIP.
“Maka daripada itu ketika orang menolak demo untuk menolak RUU HIP, tentu saja yang ditolak bukan RUU saja, tapi juga siapa yang partisipan dalam memproduksi suatu hasil ini. Atas dasar itulah maka pembakaran tidak bermakna menghina. Pembakaran bendera dalam arti dia memprotes karena ada produk yang dihasilkan, mayoritas gagasan itu dari PDIP gitu,” kata Muzakir (26/6/2020)
Penulis: Kukuh subekti