IslamToday ID – Presiden Jokowi melalui juru bicaranya, Fadjroel Rachman, menyampaikan duka cita atas meninggalnya 100 dokter akibat terpapar Covid-19. Ia juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi akan memberikan apresiasi kepada para tenaga medis atas dedikasinya dalam penanganan pasien Covid-19.
“Presiden memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada tenaga medis yang bekerja sangat keras dan sangat baik sejak pandemi covid-19 melanda Indonesia, berjibaku tanpa sekat apapun, dengan penuh dedikasi dan profesional,” kata Fadjroel (2/9/2020).
Fadjroel pun menyarankan agar para dokter melakukan pembatasan jam pelayanan pasien atau bekerja dalam sistem sif. Sebab para dokter adalah penolong terakhir masyarakat, sehingga jangan sampai terpapar covid-19.
“Kepada tenaga medis dan rumah sakit, pemerintah mengharapkan disiplin penerapan sistem sif/pembatasan jam kerja, karena tenaga medis penolong terakhir masyarakat bila terdampak Covid-19,” jelas Fadjroel.
Tingkat kematian dokter, dan tenaga medis yang tinggi terlihat belum menjadi perhatian serius pemerintah. Pemerintah sejauh ini hanya menjanjikan pemberian insentif tambahan sebagai reward kepada mereka yang berada di garis terdepan penanganan Covid-19.
“Upaya yang akan dilakukan Kementerian Kesehatan dalam mengurangi angka kematian dokter dengan memberi kompensasi atau santunan kematian bagi nakes sebesar Rp300 juta,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Abdul Kadir (1/9/2020).
Insentif Bukan Solusi
Tingginya angka kematian tenaga kesehatan (nakes) disesalkan oleh Wakil Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi. Ia mengatakan perlindungan terhadap nakes tidak selalu diwujudkan dengan jalan mencairkan insentif. Menurutnya, alangkah lebih baik jika pemerintah fokus terhadap ketersediaan infrastruktur penunjang seperti kelengkapan alat pelindung diri (APD), tersedianya obat-obatan serta sumber daya manusia.
Hal senada juga disampaikan oleh Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI). Kebijakan pemerintah yang memberikan insentif tambahan atau uang santunan dinilai bukan solusi yang tepat dalam menekan angka kematian para tenaga medis tersebut.
Masdalina Pane selaku pakar dari PAEI mengatakan, uang insentif yang diberikan oleh negara tidak bisa menggantikan tenaga medis yang meninggal dunia. Bahkan meninggalnya para dokter akan menambah jumlah masyarakat yang tidak terlayani dalam pelayanan kesehatan.
“Jangan terus-menerus seperti itu. Mencegah lebih baik daripada membayar insentif bagi dokter yang sudah meninggal karena posisi mereka tidak tergantikan,” ucap Masdalina (1/9/2020).
Ia juga mengungkapkan berdasarkan data dari Bank Dunia rasio dokter di Indonesia sebelum Corona adalah 0,4 per seribu penduduk. Kini selama pandemi ada 100 dokter yang meninggal, artinya akan ada 250 ribu penduduk yang tidak terlayani dengan baik oleh dokter.
Masdalina memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah. Diantaranya pemerintah perlu merubah kebijakan misal dari insentif digunakan untuk memenuhi kebutuhan APD. Atau memenuhi asupan gizi para tenaga kesehatan sehingga mereka memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai kematian para nakes adalah akibat ketidakjelasan visi Kemenkes. Bahkan pemerintah sejak awal terkesan meremehkan pandemi. Terbukti dengan prioritas anggaran yang lebih besar untuk kepentingan ekonomi ketimbang mengatasi krisis kesehatan.
“Kebijakannya lebih banyak jangka pendek, sih. Skenarionya jangka pendek, padahal pandemi Covid jangka panjang,” tutur Trubus (1/9/2020).
Ia mengusulkan kepada presiden agar mengganti Menkes Terawan, sebab menurutnya Menkes Terawan tidak memiliki konsep yang jelas dalam penanganan Covid-19. Bahkan Menkes Terawan Agus Putranto pernah melakukan kesalahan fatal dengan menyebut Corona tidak ada di Indonesia pada pertengahan Februari lalu.
“Pak Presiden harus mengganti pembantunya yang enggak punya sense of crisis. Salah satunya Menkes yang sejak awal menganggap Covid-19 sebagai masalah sepele,” tegas Trubus.
Penulis: Kukuh Subekti