ISLAMTODAY ID –-Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Prof Jimly Asshiddiqie menegaskan, kepemimpinan itu bukan sekedar sibuk berkata-kata melawan para pembenci. Menurutnya, kepemimpinan hakikatnya melindungi, mengayomi dan mensinergiskan seluruh potensi bangsa untuk kemajuan.
“Kepemimpinan berbangsa & bernegara bukanlah sekedar sibuk berkata-kata dengan melawan retorika & mematahkan kata-kata para pembenci,” ujar Jimly melalui akun twitternya, Sabtu (24/10/2020).
Jimly member tiga resep dalam menjalankan kepemimpinan. Pertama, pemimpin hendaknya aktif membangun, menata dan menegakkan sistem aturan. Kedua, pemimpin hendaknya menjadi contoh tentang perwujudan sistem dalam praktik dan ketigam pemimpin hendaknya mencerahkan publik dengan komunikasi yang baik & efektif. Dengan tiga resep itu, Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 itu yakin, kepempinan yang dijalankan akan efektif melindungi, mengayomi dan mensinergiskan seluruh potensi bangsa untuk kemajuan.
“Dengan ketiga hal inilah, kepemimpinan akan efektif melindungi, mengayomi, menyatukan dan mensinergikan seluruh potensi bangsa untuk kemajuan,” ujar Jimly
Sebelumnya, pemerintah mengakui jika komunikasi publik, khusunya soal UU Omnibus Law Cipta Kerja buruk. Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi menegur jajaran menteri karena buruknya komunikasi.
“Khusus dalam konteks omnibus law UU Cipta Kerja, memang sebuah masukan dari berbagai pihak dan Presiden juga sangat-sangat tahu. Kami semuanya ditegur oleh Presiden bahwa komunikasi kita sungguh sangat jelek,” kata Moeldoko kepada wartawan, Rabu (21/10).
Komunikasi publik Presiden Jokowi juga tidak lepas dari sorotan. Penulis Buku Manusia Rohani, Ulil Abshar Abdala menilai, Jokowi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan tidak memberikan contoh komunikasi publik yang baik, khusunya dalam merespon demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Jokowi memilih ke Kalimantan Tengah, bertemu bebek disaat mahasiswa dan buruh menyuarakan protes di Ibukota.
“Pak Jokowi, nyuwun sewu, njenengan pergi ke Kalteng dan bertemu bebek di sana pada saat buruh dan mahasiwa protes di ibu kota, itu juga komunikasi yang buruk. Teramat buruk malahan, menurut saya,” kata Ulil. [AS]