ISLAMTODAY ID –Pemerintah memutuskan untuk tidak Menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2021. Pengumuman ini resmi disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah melalui surat edarannya kepada 34 gubernur di Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia menjadi alasan tidak naiknya UMP tahun depan.
“Mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa pandemi Covid-19 dan perlunya pemulihan ekonomi nasional, diminta kepada Gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020,” kata Menaker dalam surat Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dikutip dari cnnindonesia.com (27/10/2020).
Ida dalam surat edarannya meminta kepada seluruh gubernur untuk segera menindak lanjuti keputusan tersebut.
“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta kepada Saudara untuk menindaklanjuti dan menyampaikan Surat Edaran ini kepada Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait di wilayah Saudara,” imbuhnya dalam edaran itu.
Kebijakan Ida ini disambut dengan baik oleh para pengusaha. Menurut para pengusaha, jika upah kerja dinaikan hal tersebut akan memberatkan.
“Kami mengerti atas keputusan tersebut demi keberlangsungan usaha. Kalau dinaikkan tentu akan memberatkan daya saing usaha,” ungkap Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Soetrisno.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Jakarta Sarman Simanjorang juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya jika UMP dinaikan, bisa jadi akan memberatkan para pengusaha yang sudah terkena imbas pandemi Covid-19. Di sisi lain tidak menutup kemungkinan pengusaha mengambil kebijakan untuk melakukan PHK.
“Itu justru akan menambah pengusaha yang melakukan PHK. Jadi, menurut hemat kami itu kebijakan yang sangat adil,” jelasnya.
Berbeda dengan sikap para pengusaha. kalangan buruh menolak keputusan pemerintah yang tidak menaikan UMP pada tahun 2021 mendatang. Buruh menilai Menaker lebih berpihak pada para pengusaha ketimbang buruh.
“Menaker tidak memiliki sensitivitas terhadap nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata,” tutur Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Atas kebijkan tersebut, ia mengancam akan menggrakan buruh untuk melakukan unjuk rasa. Aksi unjuk rasa akan berlangsung di 24 provinsi pada tanggal 2, 9 dan 10 November 2020. Selain menolak kebijakan terkait UMP, tetap juga konsisten menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.
“KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia akan melakukan aksi nasional besar-besaran yang diikuti puluhan dan bahkan ratusan ribu buruh di Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR RI, dan di kantor Gubernur di seluruh Indonesia,” tutur Said.
Kata Said nasib para buruh jauh lebih susah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah tidak memukul rata dalam membuat kebijakan tersebut. Maka, ia mendorong pemerintah untuk tetap menaikan UMP tahun 2021. Jikalau pun pengusaha berkeberatan dengan menaikan bisa mengajukan penangguhan kenaikan.
“Jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat,” imbuhnya.
Di Indonesia pengupahan para pekerja, buruh diatur oleh Undang-undang (UU) No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. UU tersebut mengatur tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dipertegas dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 tentang Pengupahan.
“Dalam PP itu disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar,” dikutip dari laman resmi setkab.go.id (3/11/2015).
Penulis: Kukuh Subekti