(IslamToday ID) – Harga kedelai impor melonjak drastis. Kondisi ini sampai memicu para pengrajin tahu tempe mogok produksi untuk meminta pemerintah menyelesaikan tata niaga impor kedelai.
Data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai impor melonjak dari kisaran Rp 6.000 per kg menjadi sekitar Rp 9.500 per kg.
Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari-Oktober 2020 saja, Indonesia sudah mengimpor lebih dari 2,11 juta ton kedelai dengan nilai 842 juta dolar AS atau sekitar Rp 11,7 triliun (kurs Rp 14.000).
Hampir seluruh kedelai impor dikapalkan dari Amerika Serikat (AS) yakni sebesar 1,92 juta ton. Selebihnya berasal dari Kanada, Uruguay, Argentina, dan Perancis.
Presiden Jokowi sendiri di periode pertamanya sempat menjanjikan Indonesia bisa swasembada kedelai dalam waktu tiga tahun. Kedelai masuk dalam daftar komoditas pangan prioritas dalam Nawacita bersama dengan padi dan jagung atau Pajale.
Mengutip pemberitaan Kompas pada 9 Desember 2014, Presiden Jokowi bahkan mengklaim tak segan-segan memecat Menteri Pertanian jika target tersebut tak bisa direalisasikan. Saat itu, Menteri Pertanian periode 2014-2019 dijabat oleh Amran Sulaiman.
“Saya sudah beri target Menteri Pertanian tiga tahun, tidak boleh lebih. Hati-hati, tiga tahun belum swasembada, saya ganti menterinya,” kata Jokowi saat memberi kuliah umum di Kampus UGM Yogyakarta pada penghujung 2014 silam.
Janji itu kembali dilontarkan Jokowi saat membuka “Kompas 100 CEO Forum” di Jakarta pada penghujung tahun pertamanya menjabat sebagai Presiden Indonesia. “Itu tidak boleh tidak. Saya sudah memberi target kepada Menteri Pertanian,” ujar Jokowi dikutip dari Kompas, 7 November 2014.
Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kementerian Pertanian, kebijakan pangan di era Jokowi-JK sudah tertuang dalam Nawacita menjadi landasan program kerja pemerintah, yaitu mencapai swasembada pangan dalam rangka ketahanan pangan nasional. Lebih penting lagi berpihak pada petani yang muaranya peningkatan kesejahteraan.
Di periode pertama pemerintahan Jokowi, Kementerian Pertanian mencanangkan upaya khusus (Upsus) melalui peningkatan produksi dengan tiga komoditi pangan utama yang dijadikan target awal, yaitu padi, jagung dan kedelai (pajale).
Jokowi menegaskan ada tiga hal yang harus digarisbawahi yaitu pangan yang cukup untuk masyarakat, menurunkan angka kemiskinan dan mensejahterakan petani. Ketiga tujuan ini sebagai landasan dalam menjalankan kebijakan pangan pemerintahannya.
Dalam renstra Kementerian Pertanian yang disusun di periode pertama pemerintahan Jokowi, swasembada kedelai bisa terealisasi paling lambat pada tahun 2020 atau tahun lalu. Namun bak jauh panggang dari api, impor kedelai justru malah mengalami kenaikan.
Yang artinya produksi kedelai lokal masih jauh dari kebutuhan kedelai nasional. Dalam tiga tahun terakhir, impor kedelai pun terus meningkat.
Di tahun 2018 impor kedelai mencapai 2,58 juta ton, kemudian jumlahnya naik di tahun 2019 menjadi 2,67 juta ton. Selama itu pula, AS menjadi negara paling banyak yang menyediakan kebutuhan kedelai di Indonesia.
Penjelasan Kementan menurut Kepala Sub Direktorat Padi Irigasi dan Rawa, Direktorat Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Mulyono, masih sulitnya Indonesia untuk swasembada kedelai karena semakin rendahnya minat petani untuk menanam kedelai.
“Minat petani untuk menanam kedelai semakin berkurang, hal ini dikarenakan harga jual panen di tingkat petani sangat rendah,” ungkapnya.
Menurut Mulyono, pemerintah memang telah mengatur harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani agar harganya tidak terlalu rendah. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
Di mana dalam beleid tersebut dikatakan bahwa harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani sebesar Rp 8.500 per kg.
Sayangnya itu tak terealiasasi dengan baik di lapangan. Alhasil petani enggan menanam kedelai dan memilih menanam komoditas lain. “Petani pun beralih ke komoditas lain yang lebih menjanjikan,” ungkapnya.
Menurut Mulyono, Kementan berupaya mendorong pengembangan kedelai lokal, meskipun anggaran untuk pengembangan kedelai dalam negeri hanya mencakup 125.000 hektare di tahun 2021. “Selain itu, kami tetap mendorong daerah-daerah sentra untuk terus menanam kedelai secara swadaya,” katanya.
Sebelumnya, Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta meminta pemerintah merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu tempe dalam negeri dari kedelai impor, yang selalu mengikuti pergerakan harga di pasar global.
Menurut Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo, untuk menekan gejolak harga kedelai maka bisa saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor. Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. “Swasembada kedelai bukan berarti kita anti-impor, tetapi untuk menyeimbangkan,” kata Handoko. [wip]