(IslamToday ID) – Pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Dalam draf RUU KUHP terbaru itu, penghinaan terhadap martabat presiden/wakil presiden (wapres) dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara.
Bila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya diperberat menjadi 4,5 tahun penjara.
Hal itu tertuang dalam BAB II TINDAK PIDANA TERHADAP MARTABAT PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN. Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 218 ayat 1 berbunyi:
“Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Nah, ancaman hukuman penjara naik 1 tahun apabila penghinaan itu dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik lainnya. Pasal 219 berbunyi:
“Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai pasal 134, pasal 136, dan pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. Namun, kini pasal tersebut tetap muncul dalam RKUHP.
Hina DPR Dihukum 2 Tahun
Sementara, bagi yang menghina lembaga negara seperti DPR bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara. Delik di atas masuk dalam Bab IX TINDAK PIDANA TERHADAP KEKUASAAN UMUM DAN LEMBAGA NEGARA Bagian Kesatu, Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
Berikut Pasal 353 RUU KUHP yang dikutip Detikcom, Senin (7/6/2021):
(1) Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Ancaman diperberat apabila menghina lewat media sosial yang tertuang dalam Pasal 354 RUU KUHP. Berikut bunyi lengkap Pasal 354 RUU KUHP:
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.”
Hukuman penghinaan menjadi lebih berat maksimal 3 tahun penjara apabila menimbulkan kerusuhan. Hal itu tertuang dalam Pasal 240 KUHP:
“Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.”
Nah, apabila menghina pemerintah lewat medsos dan menimbulkan kerusuhan, hukumannya diperberat lagi maksimal menjadi 4 tahun penjara.
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,” demikian bunyi pasal 242 RUU KUHP.
Delik Aduan
Wamenkumham Eddy Hiariej menegaskan pasal menyerang harkat dan martabat Presiden/Wakil Presiden di RUU KUHP berbeda dengan putusan MK. Putusan yang dimaksud diketok pada 2006, yang menghapus pasal penghinaan terhadap Presiden/Wapres dalam KUHP sekarang.
“Jadi pasal penghinaan itu adalah pasal penghinaan terhadap kepala negara, yang pertama, itu berbeda dengan yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Eddy di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/6/2021) seperti dikutip dari Detikcom.
Salah satu perbedaannya adalah jenis delik. Delik yang dihapus MK adalah delik biasa. Oleh RUU KUHP, diganti menjadi delik aduan.
“Kalau dalam pembagian delik, pasal penghinaan yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu merupakan delik biasa. Sementara dalam RUU KHUP itu merupakan delik aduan,” tutur Eddy.
Karena delik aduan, aparat tidak bisa bertindak tanpa mendapat aduan dari Presiden/Wakil Presiden. “Kalau delik aduan, itu yang harus melapor sendiri adalah Presiden atau Wakil Presiden,” pungkas Eddy. [wip]