(IslamToday ID) – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemotongan hukuman 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari janggal. ICW menyebut vonis itu merusak akal sehat.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan jaksa Pinangki seharusnya layak dihukum maksimal. Bukan malah mendapat potongan menjadi 4 tahun penjara.
Terlebih, Pinangki terbukti dalam tiga perbuatan yakni menerima suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Apalagi, Pinangki merupakan seorang jaksa.
Meski perbuatannya terbukti, hukuman Pinangki malah dipotong dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
“ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan. Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat (20 tahun atau seumur hidup), bukan justru dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara,” kata Kurnia seperti dikutip dari Kumparan, Selasa (15/6/2021).
Ia menilai Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) harus turun tangan mengusut vonis Pinangki yang dinilai janggal itu.
“ICW merekomendasikan agar Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung menelusuri kejanggalan di balik putusan tersebut,” ujar Kurnia.
ICW menilai jaksa penuntut umum layak mengajukan kasasi agar Pinangki dihukum lebih berat. Selain itu, ICW meminta Ketua MA untuk mengawasi proses kasasi tersebut.
“Sebab, ICW meyakini jika tidak ada pengawasan, bukan tidak mungkin hukuman Pinangki dikurangi kembali, bahkan bisa dibebaskan,” ujar Kurnia.
Sebelumnya, Pinangki dihukum 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, majelis hakim banding menilai hukuman terhadap Pinangki itu terlalu berat.
Dalam pertimbangannya, hakim tetap sependapat bahwa Pinangki terbukti atas 3 perbuatan, yakni suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Namun, hakim menilai besaran hukuman 10 tahun penjara perlu diubah.
“Mengenai lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap terdakwa oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama menurut Majelis Hakim Tingkat Banding terlalu berat,” bunyi putusan hakim banding dikutip dari situs MA, Senin (14/6/2021).
Hakim pun membeberkan sejumlah pertimbangan kenapa hukuman Pinangki perlu dipotong. Berikut poinnya:
Bahwa Terdakwa mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa, oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.
Bahwa terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.
Bahwa terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Bahwa perbuatan terdakwa tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya mempengaruhi putusan ini.
Bahwa tuntutan pidana jaksa/penuntut umum selaku pemegang asas dominus litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Diketahui bahwa jaksa penuntut umum menuntut Pinangki dengan hukuman 4 tahun penjara. Namun, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memperberatnya menjadi 10 tahun penjara. Akan tetapi, kini hukuman Pinangki sama seperti tuntutan, yakni 4 tahun penjara.
Pinangki dijerat 3 dakwaan yang kemudian terbukti di persidangan. Terkait dakwaan penerimaan suap, Pinangki dinilai terbukti menerima 500.000 dolar AS atau sekitar Rp 7,3 miliar dari Djoko Tjandra. Ia menerima 450.000 atau sekitar Rp 6,6 miliar, sementara sisanya diberikan kepada Anita Kolopaking. [wip]