(IslamToday ID) – Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban meminta pemerintah menerapkan kebijakan lockdown selama dua pekan untuk menekan lonjakan kasus Covid-19.
“Saran saya. Lebih bijaksana bagi Indonesia untuk terapkan lockdown selama dua minggu. Untuk apa? Memperlambat penyebaran, meratakan kurva, menyelamatkan fasilitas kesehatan, dan yang pamungkas: menahan situasi pandemi jadi ekstrem–yang akan membahayakan lebih banyak nyawa,” tulis Zubairi lewat akun Twitter pribadinya, Senin (21/6/2021).
Dalam video yang juga diunggah lewat media sosial pribadinya, Zubairi mengatakan, kini telah terjadi kenaikan kasus Covid-19 yang luar biasa.
“Pertama kan sekarang ini beberapa hari terakhir ini terjadi lonjakan kasus luar biasa di Indonesia, di Kudus, kemudian di Bandung, di Jakarta di semua tempat di Indonesia terjadi kenaikan luar biasa,” katanya seperti dikutip dari Sindo News.
Bahkan, banyak rumah sakit rujukan Covid-19 atau pun rumah sakit darurat seperti Wisma Atlet, juga Pademangan sudah kewalahan. “Rumah sakit penuh, kemudian Wisma Atlet Wisma Pademangan dan macam-macam itu sekarang terisi, jadi ada masalah kegawatan,” ungkap Zubairi.
Ia pun menegaskan bahwa jangan hanya menggunakan istilah Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Ia pun menyarankan agar menggunakan bahasa lockdown, agar masyarakat melihat bahwa pandemi Covid-19 ini masalah serius.
“Nah kemudian pemerintah menentukan, kalau gitu kita harus PPKM Mikro seluruh Indonesia. Menurut pandangan saya, ini kan masalah yang amat serius dan masyarakat kita sudah relatif mulai abai gitu ya, jadi memerlukan bahasa apa ya komunikasi publik yang lebih keras, bahwa ini benar-benar serius,” tegasnya.
“Jadi, saya menyarankan kita pakai saja lockdown. Kalau kita pakai itu semua orang tahu bahwa ini masalah yang serius dan perlu tata laksana yang lebih serius. Jadi sekali lagi kalau boleh mengusulkan lockdown,” kata Zubairi.
Ia mengatakan pemerintah bisa menggunakan isi kebijakan dari PPKM Mikro tapi dengan menggunakan istilah lockdown agar mudah ditangkap masyarakat bahwa ini kedaruratan.
“Adapun mengenai isinya hampir sama dengan PPKM Mikro juga nggak papa, itu isinya bagus. Pendokumentasi dari PPKM Mikro juga cukup kuat, namun bahasa untuk lebih mudah ditangkap masyarakat mungkin lebih tepat kalau memakai lockdown, itu pertama,” katanya.
Jogja Nggak Kuat
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sri Sultan HB X) mengatakan DIY tidak akan di-lockdown. Sebelumnya, Sultan sempat mempertimbangkan wacana lockdown mengingat kasus corona yang tinggi di provinsi tersebut.
“Ya nggak to. Nggak ada kalimat lockdown. Saya nggak kuat suruh ngeragati (membiayai) rakyat sak Yojo (se-Jogja),” kata Sultan ditemui usai rapat dengan kabupaten/kota di Kepatihan, Pemprov DIY, Senin (21/6/2021).
Menurutnya, kebijakan PPKM Mikro tetap akan dioptimalkan. Harapannya tetap ada keseimbangan antara perputaran ekonomi dan kesehatan.
“Karena pengertian lockdown totally close, orang jualan nggak ada yang buka, hanya apotek sama toko obat atau supermarket, yang lain tutup. Pemerintah ganti duit untuk masyarakat ganti nggo tuku (buat beli) makan. Kalau kita kan nggak kuat,” jelasnya.
Lanjutnya, hari ini Sultan juga telah rapat dengan rumah sakit dan akademisi. Dari rapat tersebut penanganan pandemi corona tetap pada pembatasan mobilitas masyarakat.
“Dalam arti materi tadi kita dialogkan di sini yaitu membatasi mobilitas masyarakat supaya tidak terjadi kerumunan,” ujarnya seperti dikutip dari Kumparan.
Selain itu dikonsolidasikan juga langkah agar rumah sakit rujukan corona yang ada di DIY jangan sampai kehabisan oksigen.
“Ya karena pabrik yang ada di Jawa Tengah. Jogja tidak ada, yang ada di Jawa Tengah hanya dua. Ya kita ingin mengkonsolidasikan bagaimana oksigen ini sangat penting tidak terjadi kelangkaan,” jelasnya.
Sementara saat rapat dengan walikota dan bupati, mereka sepakat untuk menambah kamar isolasi baik di shelter kabupaten/kota maupun di kelurahan. Selain itu satgas di tingkat desa juga digencarkan.
“Tapi juga perlu membatasi diantara mereka yang ada di setiap kelurahan untuk satgas belum terbentuk diselesaikan,” tuturnya.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memberikan tanggapan mengenai usulan lockdown yang belakangan ini terus mencuat. Emil menegaskan, Satgas Covid-19 Jabar akan mengikuti apapun arahan dari pemerintah pusat.
“Lockdown itu pada dasarnya kami akan mengikuti arahan dari pemerintah pusat,” katanya, Senin (21/6/2021).
Namun, Emil mengaku heran dengan istilah lockdown yang disematkan. Sebab, Indonesia tidak menggunakan istilah lockdown melainkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Jika nantinya kembali diberlakukan PSBB, ia menilai pemerintah pusat harus menyiapkan kebutuhan logistik bagi warganya.
“Saya juga bingung kenapa dihidupkan lagi istilah lockdown, karena dulu disepakati yang namanya lockdown itu bahasa Indonesianya adalah PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar,” ucap Emil.
“Dan kami dari Jabar anggaran memang sudah tidak ada, jadi kalau pun itu diadakan, maka dukungan logistik dari pusat harus betul sudah siap, baru kami akan terapkan di Jabar,” tambahnya. [wip]