(IslamToday ID) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan puluhan jabatan rangkap di direksi atau komisaris antar BUMN dengan perusahaan non-BUMN di berbagai sektor. KPPU menemukan di sektor keuangan, asuransi, investasi (31 direksi/komisaris), pertambangan (12 direksi/komisaris), dan konstruksi (19 direksi/komisaris).
Bahkan jabatan rangkap untuk satu personel di sektor tertentu (yakni pertambangan) dapat mencapai 22 perusahaan.
KPPU memang sedang menyoroti kebijakan Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir yang memperkenankan adanya jabatan rangkap antar Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN dengan Dewan Komisaris perusahaan selain BUMN.
Peraturan Menteri BUMN No PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN (Permen BUMN).
Pada Bab V huruf A (Rangkap Jabatan) dalam lampiran Permen BUMN No PER-10/MBU/10/2020. Peraturan tersebut ditandatangani pada 9 Oktober 2020 dan berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 16 Oktober 2020.
KPPU dalam pernyataan resminya, Senin (22/3/2021), mengungkapkan substansi rangkap jabatan antara direksi/komisaris diatur dalam pasal 26 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No 5/1999).
Undang-undang tersebut melarang seseorang untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan yang pada waktu bersamaan merangkap sebagai direksi atau komisaris perusahaan lain apabila perusahaan-perusahaan tersebut di pasar bersangkutan yang sama, atau memiliki keterkaitan erat di bidang atau jenis usaha, atau secara bersama menguasai pangsa pasar tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menegaskan rangkap jabatan ini dapat berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat di pasar dalam bentuk:
a. Kemudahan perusahaan untuk terlibat dalam pengaturan pasar terkait harga, pasokan, pembagian wilayah, jumlah produksi, dan lainnya. Koordinasi kesepakatan horizontal tersebut akan lebih mudah dicapai dan dijaga apabila terjadi rangkap jabatan direksi/komisaris antar perusahaan dalam pasar yang sama;
b. Penyalahgunaan hambatan vertikal dengan melakukan praktik eksklusivitas, tying dan bundling serta aksi korporasi lain, yang melibatkan perusahaan dimana direksi/komisarisnya saling rangkap jabatan; atau
c. Tindakan penguasaan pasar antar perusahaan yang kegiatan usahanya saling terkait, dimana direksi/komisaris perusahaan tersebut terlibat dalam rangkap jabatan.
Saat ini dalam proses penelitian di KPPU, ditemukan berbagai jabatan rangkap antara direksi/komisaris antar BUMN dengan perusahaan non-BUMN di berbagai sektor, seperti (i) keuangan, asuransi, investasi (31 direksi/komisaris); (ii) pertambangan (12 direksi/komisaris); dan konstruksi (19 direksi/komisaris).
Bahkan jabatan rangkap untuk satu personel di sektor tertentu (yakni pertambangan) dapat mencapai 22 perusahaan. Penelitian ini masih terus berlangsung dan tidak tertutup kemungkinan akan diperdalam KPPU kepada proses penegakan hukum, jika ditemukan adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat jabatan rangkap tersebut.
“Guna mencegah potensi persaingan usaha tidak sehat sedini mungkin, maka KPPU telah berkoordinasi dan menyampaikan surat saran dan pertimbangan kepada Kementerian BUMN yang pada intinya menyarankan agar Kementerian BUMN mencabut ketentuan yang memperbolehkan rangkap jabatan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas dengan Dewan Komisaris Perusahaan selain BUMN tersebut,” jelas KPPU seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
KPPU juga telah menyarankan agar Kementerian BUMN memastikan personel yang menjadi direksi/komisaris dalam lingkup BUMN tidak dalam posisi rangkap jabatan dengan perusahaan selain BUMN, sehingga dapat mengurangi potensi pelanggaran pasal 26 dan pasal lain yang terkait dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. [wip]