(IslamToday ID) – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengkritik keras Menteri BUMN Erick Thohir yang berencana menyuntikkan modal atau Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 106 triliun untuk perusahaan plat merah untuk 2021 dan 2022.
Menurut Faisal, Erick seharusnya fokus menyelamatkan nyawa masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Terlebih, ia menjabat sebagai Ketua Pelaksana Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Ketua Pelaksana Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan PEN adalah Menteri BUMN. Bukannya utamakan selamatkan nyawa rakyat tapi sibuk urusi suntik BUMN ratusan triliun dan obat cacing. Bubarkan saja komite itu,” tulis Faisal melalui akun Twitternya @FaisalBasri, Sabtu (10/7/2021).
Sebelum mengunggah cuitan tersebut, Faisal membagikan tautan berita yang menyorot soal pemerintah yang mengeluarkan PMN lebih banyak untuk BUMN dibandingkan dividen yang diterima. Faisal sebelumnya mengkritik kebijakan pemerintah terkait Covid-19.
Dalam cuitan terpisah ia menyarankan pemerintah untuk belajar dari penanganan bencana tsunami Aceh pada 2004 lalu untuk menangani pandemi. Hal yang ia sorot adalah kerapnya pemerintah mengubah kebijakan dan komando yang tidak jelas selama Covid-19 merajalela.
Sebagai catatan, pemerintah saat ini memberlakukan PPKM darurat setelah sebelumnya menerapkan PPKM mikro dan PSBB.
“Belajarlah dari sejarah penanganan tsunami Aceh. Komandannya jelas dan purnawaktu, juga para pembantu inti. Penanganan satu pintu. Ada rencana aksi yang jelas, tak gonta-ganti,” ujar Faisal.
Seperti diketahui, Erick mengajukan penambahan PMN sebesar Rp 33,9 triliun untuk PMN 2021 dan Rp 72,449 triliun untuk 2022. Permintaan itu disampaikan saat ia menghadiri rapat dengan Komisi VI DPR pada Kamis (9/7/2021) lalu.
“Dari rapat bulanan kami dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) angka ini belum ketemu. Tapi kurang lebih sudah 90 persen, dan kami tetap memberanikan diri meminta dukungan kepada anggota dewan agar angka ini bisa menjadi support,” ujar Erick.
Penambahan PMN tahun ini akan diberikan kepada tiga BUMN untuk menjalankan penugasan dan melakukan restrukturisasi. Sementara, suntikan PMN terbesar tahun depan diberikan untuk PT Hutama Karya dalam mendukung pembangunan tol trans Sumatera.
Sementara, target dividen tahun ini diperkirakan hanya Rp 30 triliun hingga Rp 35 triliun, naik dari tahun lalu Rp 26 triliun.
Urgensi PMN BUMN
Sekjen Transparency International Indonesia (TII) sekaligus pengamat BUMN Danang Widoyoko mempertanyakan urgensi PMN BUMN. Sebetulnya, ia menilai sah-sah saja BUMN meminta PMN jika peruntukkannya murni kepada perusahaan BUMN yang terpukul keuangannya akibat pandemi Covid-19. Tetapi, bukan untuk BUMN yang tata kelolanya berantakan.
Kalau pun Erick ingin uang negara menyelamatkan BUMN, semestinya disyaratkan seluruh BUMN dapat menyertakan laporan keuangan dan laporan kinerja tahunan, bukan sekadar business plan yang gampang dikopi tempel alias disadur.
Apalagi, suntikan modal diminta di tengah kondisi keuangan negara yang seret akibat penanganan pandemi Covid-19. “Dalam situasi sekarang ini mestinya masalah utama kan soal Covid-19, pandemi. Jadi, sumber daya mestinya masih difokuskan mengatasi pandemi,” ujar Danang seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (9/7).
Selain itu, ia melihat banyak dari komponen PMN 2022 yang bukan prioritas, seperti di sektor konstruksi untuk membiayai BUMN Karya. Dari daftar PMN, setidaknya ada tiga BUMN karya yang direncanakan menerima PMN.
Pertama, PT Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 31,35 triliun. Kedua, PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebesar Rp 3 triliun, dan ketiga PT Adhi Karya (Persero) Tbk senilai Rp 2 triliun. Toh, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, menurut Danang, tak bersifat urgen. Ia menilai PMN bisa disuntikkan di kemudian hari saat pandemi sudah teratasi.
Bila PMN untuk infrastruktur dihapuskan, PMN dapat dihemat hingga Rp 36,35 triliun. Sebaliknya, ia menyoroti tidak ada BUMN farmasi yang mendapat PMN. Padahal, sektor kesehatanlah yang saat ini perlu diperkuat.
“BUMN farmasi seharusnya dapat prioritas, harus ada peran lebih besar, itu kuncinya,” ungkap Danang.
Sebelum menyetujui PMN, ia juga meminta agar DPR mensyaratkan BUMN “sakit” untuk transparan. Warga kecil saja untuk menerima bansos harus menyertakan dokumentasi, apalagi BUMN yang bakal menerima uang negara triliunan rupiah.
“Mesti lihat karena rugi akibat pandemi atau tata kelolanya memang buruk. Waskita Karya misalnya kan ada kasus korupsinya dulu. Sebelum PMN harus buat rencana mitigasi korupsi. Kita khawatir, kalau tidak ada mitigasi pencegahan korupsi kemudian (PMN) akan dihamburkan,” jelasnya. [wip]