(IslamToday ID) – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal heran pemerintah hingga hari ini masih bergantung pada ketersediaan kedelai impor sebagai bahan baku tahu dan tempe.
Ia menilai produksi kacang kedelai dalam negeri yang tak bisa memenuhi kebutuhan, sehingga bergantung pada impor menjadi tanda ketidakmampuan negara mengurus tahu dan tempe, makanan kaya protein yang jadi lauk utama di Indonesia.
“Mengurus tahu tempe saja negara tidak mampu, rasanya malu sebagai negara agraris,” katanya saat konferensi pers daring membahas penolakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Rabu (22/2/2022).
Ia pun menyoroti soal polemik tahu tempe yang tak ada habisnya dari tahun ke tahun, entah itu masalah stok yang langka atau harga yang melambung.
Oleh karena itu, Said mengaku mendukung perajin tahu tempe mogok produksi guna mendesak pemerintah agar menekan harga kacang kedelai yang selangit.
“Stop impor kedelai, lakukan penanaman kedelai yang berasal dari dalam negeri. Beri subsidi untuk sementara ini hingga penanaman kedelai nanti bisa mandiri dan swasembada,” ujarnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Seperti diketahui, perajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari dari Senin (22/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022).
Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jakarta Pusat, Khairun mengatakan, aksi mogok produksi berlangsung di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Khairun menyatakan mereka terpaksa mogok agar pemerintah yakni Kementerian Perdagangan dapat melakukan intervensi atas harga kedelai impor yang saat ini mencapai Rp 12.000 per kg di tingkat perajin.
Harga kedelai impor normalnya berada di kisaran Rp 9.500 sampai Rp 10.00 per kg.
“Kalau dijual dengan harga biasa, kami tidak dapat untung bahkan rugi. Kami ingin agar pemerintah mendengar, konsumen juga mengetahui bahwa tahu tempe mahal karena bahan bakunya sudah naik,” kata Khairun.
Sementara itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi 1 juta ton kedelai pada tahun ini guna mencukupi kebutuhan nasional. Dengan begitu, Indonesia juga tak melulu bergantung dari kedelai impor.
Direktur Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan Yuris Tiyanto menjelaskan target produksi kedelai tersebut akan direalisasikan melalui program penanaman kedelai di 650.000 hektare (ha) lahan di 14 provinsi.
“Strateginya, satu, kita sudah melakukan pemberian bantuan ke petani seluas 52.000 ha dan ini melalui dana APBN untuk ditanami kedelai,” kata Yuris.
Sementara itu, sisa 598.000 ha lainnya ditanam kedelai dengan anggaran yang digelontorkan melalui pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Ia mengklaim lahan seluas 52.000 ha tersebut sudah ditanami kedelai pada Januari 2022. Sementara, sisanya mulai akan ditanam kedelai sepanjang April hingga Oktober 2022.
Yuris juga mengatakan lahan seluas 650.000 hektare tersebut merupakan lahan monokultur atau lahan yang dikhususkan untuk penanaman kedelai agar mencapai target produksi 1 juta ton pada tahun ini.
Strategi lain yang diyakini bisa mendorong produksi kedelai adalah meningkatkan teknik penanaman tumpang sisip, yakni dengan menanam dua jenis tanaman dalam satu bidang tanah.
“Belum, nanti kita coba juga tumpang sisip, yaitu tanam jagung dulu kemudian nanti begitu jagung panen akan kita tanami kedelai. Artinya kita pakai lahan jagung, ini bisa kita lakukan. Ada dua strategi yaitu dengan monokultur dan satu tumpang sisip,” katanya.
Walau begitu, ia mengaku target produksi kedelai tersebut tidak akan bisa menyelesaikan masalah harga kedelai yang melambung tinggi saat ini. Pasalnya, rencana yang dibuat merupakan rencana jangka menengah hingga jangka panjang.
Yuris menyebut rencana penanaman kedelai pada 650.000 hektare lahan tersebut merupakan landasan agar petani lokal bisa memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. [wip]