(IslamToday ID) – Saat ini dunia sedang mengalami krisis yang sangat parah. Pandemi Covid-19 yang belum usai ditambah perang Rusia-Ukraina mengakibatkan tekanan ekonomi makin tinggi. Hal ini menyebabkan harga komoditas global meningkat tajam.
Demikian diungkapkan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti seperti dikutip dari Kumparan, Sabtu (23/4/2022).
“Saat ini kita mengalami krisis yang sangat parah. Hal ini memperburuk gangguan pada rantai perdagangan dunia dan meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global,” ujarnya dalam diskusi virtual bertajuk ‘Strengthening Economic Recovery Amidst Heightened Uncertainty’.
Salah satu tantangan yang sedang dihadapi berasal dari kebijakan normalisasi kebijakan moneter The Fed yang cukup agresif.
Destry menuturkan, The Fed dan beberapa bank sentral lainnya menaikkan suku bunga acuan, sebagai respons dari tekanan inflasi yang berasal dari permintaan domestik yang terpendam, kenaikan harga komoditas, dan harga pangan akibat konflik Rusia-Ukraina.
Bahkan, IMF juga mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang semula sebesar 4,4 persen menjadi 3,6 persen. “Harga komoditas global, termasuk harga energi dan pangan diperkirakan akan lebih tinggi, dan hal ini juga dapat memicu tekanan inflasi secara global,” tutur Destry.
Ia melanjutkan, peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global akan mengakibatkan terbatasnya aliran modal ke negara-negara emerging market, seiring dengan meningkatnya risiko capital reversal ke aset-aset safe haven, yang berpotensi memberikan tekanan lebih ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun, menurutnya, Indonesia lebih beruntung karena kenaikan harga komoditas mampu mendorong ekspor. “Namun, kita sangat beruntung, jika kita melihat dampak langsung Rusia dan Ukraina, konflik ke Indonesia, sebenarnya terbatas. Bahkan dalam batas tertentu Indonesia mendapatkan keuntungan,” lanjutnya.
Keuntungan yang dimaksud adalah kinerja ekspor yang berhasil menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah. Nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai 26,50 miliar dolar AS dan nilai ini meningkat signifikan sebesar 29,42 persen (mtm) atau sebesar 44,36 persen (yoy).
Di saat yang bersamaan, nilai impor pada Maret 2022 mencapai 21,97 miliar dolar AS dengan pertumbuhan sebesar 32,02 persen (mtm) atau 30,85 persen (yoy).
“Kita dapat melihat bahwa pemulihan secara menyeluruh di sisi pengeluaran dan juga di sisi produksi sisi produk dan bahkan di tingkat regional sedang terjadi,” tandas Destry.
Tak hanya itu, beberapa indikator ekonomi pada Maret 2022, seperti penjualan ritel, ekspektasi konsumen, dan PMI manufaktur mengkonfirmasi pemulihan ekonomi domestik. Oleh karena itu, Destry berharap, ekonomi pada tahun 2022 tumbuh pada sekitar 4,5 persen sampai 5,3 persen.
“Namun, jika konflik Rusia dengan Ukraina berkepanjangan, saya pikir kita juga harus sangat diperhatikan, terutama juga dengan normalisasi di AS. Hal itu tentu saja memberikan beberapa talenta yang kompleks bagi perekonomian kita, terutama bagi kita sebagai regulator dan sebagai pembuat kebijakan ekonomi makro,” pungkas Destry. [wip]