(IslamToday ID) – Pakar hukum pidana M Taufiq menyebut pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kasus pembunuhan 6 laskar FPI atau tragedi KM 50 bisa dibuka kembali asal ada bukti baru adalah sebuah angin segar. Namun, menurutnya, tidaklah semudah itu karena civil law (hukum sipil) kita menganut bahwa korban tidak memiliki hak untuk ajukan peninjauan kembali (PK).
“Kita ini menganut tata hukum civil law. Artinya ketika seseorang jadi korban kejahatan proses hukum yang menyertai dia atau hak-hak dia dipenuhi itu hanya terjadi pada saat penyidikan oleh polisi. Ketika sudah berada di ruang sidang atau persidangan, maka kapasitas atau posisinya itu sudah digantikan oleh negara dalam hal ini jaksa dan pengadilan,” ungkap Taufiq dikutip dari YouTube FNN, Senin (29/8/2022).
Menurutnya, civil law itu memberikan kewenangan dan kekuasaan yang begitu besar kepada negara, yang dalam hal ini diwakili oleh polisi dan jaksa yang menyajikan data di depan sidang dan nanti yang mengadili adalah hakim.
“Justru yang punya hak ini (PK) malah pelaku kejahatan. Kalau korban ini sudah tidak punya hak, dan celakanya kalau korban ini diwakili polisi, jaksa, dan hakim, yang kebetulan mungkin mereka dalam tataran jelek (tidak profesional) kan celaka,” ungkap Taufiq.
“Karena mereka akan berproses pada sistem peradilan pidana yang berdasarkan hukum positif. Apa itu hukum positif? Yakni hukum yang berlaku di negara kita. Apapun yang dilakukan polisi, jaksa, dan hakim, masyarakat berteriak sekeras mungkin kalau mereka menganggap perkara itu sudah selesai dan sudah adil ya selesai, masyarakat gak bisa apa-apa,” lanjutnya.
Taufiq kemudian menjelaskan di dalam KUHAP yang memilik legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan PK hanyalah terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU). Sedangkan korban tidak memiliki hak itu, apalagi di kasus KM 50 sudah diputus bahwa terdakwa dinyatakan bebas.
“Masyarakat harus tahu bahwa hukum acara kita yang memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum luar biasa itu (PK) hanya terpidana dan jaksa, kalau korban untuk mendapatkan keadilan sudah diwakili oleh JPU,” ujarnya.
Untuk itu, sarannya, penasihat hukum dari kasus KM 50 harus kembali menyajikan fakta-fakta baru untuk kemudian mendorong JPU agar mengajukan upaya PK. Fakta-fakta baru itu bisa saja misal perilaku hakim atau jaksa yang tidak cermat, atau terbongkarnya kasus Irjen Ferdy Sambo yang jika ditarik ke belakang berhubungan dengan Satgassus.
“Tapi kan ini sistemik karena akhirnya akan berurusan dengan Kejagung, Mabes Polri, dan lembaga-lembaga di sekitar polisi. Karena pendekatan civil law itu semua sudah diserahkan pada negara,” ujar Taufiq. [wip]