(IslamToday ID) – Pengamat hukum dan militer, Al Araf menilai dugaan suap Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi harus diadili di peradilan umum. Ia mengatakan, dugaan suap itu bukan tindak pidana yang dilakukan oleh militer murni.
Dugaan peristiwa pidana itu terjadi di lembaga sipil Basarnas serta melibatkan pelaku dari pihak militer dan sipil.
“Kalau pelaku itu tunduk dalam yurisdiksi peradilan umum dan peradilan militer dalam arti pelaku ini adalah pelaku sipil dan pelaku militer, maka proses peradilannya harus dilakukan melalui peradilan umum,” kata Araf dalam program ‘Satu Meja The Forum Kompas TV’ pada Rabu (2/8/2023) malam.
Menurutnya, ketentuan dugaan suap Kepala Basarnas harus disidang di peradilan umum mengacu pada UU No 31 Tahun 1997, Pasal 42 UU KPK, hingga KUHP.
UU Peradilan Militer, kata Araf, menyebut bahwa tindak kejahatan dengan pelaku militer dan sipil diselesaikan di peradilan umum dengan dasar mekanisme koneksitas. Ketentuan di UU Peradilan Militer ini diperkuat Pasal 89 KUHP yang menyatakan bahwa ketika terjadi tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh para subjek hukum yang masuk lingkup peradilan umum dan militer, maka mereka diadili di peradilan umum.
Adapun Pasal 42 UU KPK menyebutkan bahwa lembaga antirasuah memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan bahkan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.
Sementara itu, koneksitas merupakan prosedur penanganan suatu perkara yang mencakup dua lembaga peradilan, sipil dan militer. Kasus yang ditangani secara koneksitas akan disidangkan di peradilan umum.
“Kecuali, kalau ada keputusan dari Menteri Pertahanan yang menyebutkan bahwa kasus tersebut ditarik untuk kepentingan peradilan militer,” ujar Araf dikutip dari Kompas.
Namun demikian, sampai saat ini Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto belum mengeluarkan keputusan menarik penanganan kasus Kepala Basarnas ke peradilan militer. Dengan demikian, ia mengatakan, sampai saat ini KPK masih bisa menyelesaikan dugaan suap Kepala Basarnas di peradilan umum.
“Tidak ada yang salah dengan proses yang dilakukan KPK, kalau basisnya berdasarkan Undang-Undang Peradilan Militer No 31 Tahun 1997, Undang-Undang KPK sendiri, bahkan KUHAP,” kata Araf.
Ia juga menekankan, penanganan perkara dugaan suap Kepala Basarnas di peradilan umum ini juga dilakukan demi menegakkan konstitusi dengan dasar asas prinsip persamaan di depan hukum atau equality before the law.
Di mata hukum, siapa pun warga negara memiliki kedudukan yang sama, baik pelaku merupakan menteri, anggota DPR, maupun TNI. “Harus diadili dalam persamaan di hadapan hukum, jadi dalam peradilan umum yang sama,” ujar Araf. [wip]