(IslamToday ID) – Aparat kepolisian membubarkan aksi Greenpeace Indonesia yang mengecam pemilu tanpa oligarki di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2023) pagi. Aksi dimulai sejak pagi 05.00 WIB.
Greenpeace membawa monster oligarki raksasa berbentuk gurita dengan manekin bertopeng tiga bakal calon presiden (capres), yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Ketiga manekin bakal capres itu dililit oleh kaki gurita monster oligarki.
Berdasarkan pantauan, aksi itu mulai dibubarkan pada pukul 06.25 WIB. Polisi meminta Greenpeace untuk mengangkat monster oligarki dari dalam kolam Bundaran HI.
Aktivis Greenpeace pun mengikuti arahan itu. Namun, tak lama setelah monster oligarki itu dikeluarkan dari kolam, polisi memerintahkan aktivis yang menyelam masuk ke dalam mobil.
Beberapa spanduk berisi protes terkait pemilu dan kerusakan lingkungan yang dibawa oleh para aktivis dirampas oleh polisi. Mereka diperintahkan segera naik ke dalam mobil. “Bawa ke Polsek Menteng,” perintah salah satu polisi yang ada di lokasi ke rekannya.
Para aktivis itu pun dibawa. Ada sekitar 11 aktivis yang menyelam dibawa ke Polsek Menteng. Kemudian satu aktivis yang memberikan roti ke rekannya juga ikut diangkut.
Greenpeace pertama kali memunculkan gurita “Monster Oligarki” dalam aksi damai tanpa kekerasan pada 5 Oktober 2021, sebagai simbol menolak lupa atas disahkannya UU Cipta Kerja.
Selain di Jakarta, rangkaian aksi anti-oligarki juga digelar di beberapa daerah dalam pekan ini, seperti Sorong (Papua) pada 5 Oktober kemarin dan Jayapura pada hari ini.
Salah satu polisi beralasan pengangkutan aktivis itu dilakukan lantaran dianggap mengganggu ketertiban umum. “Mengganggu ketertiban umum,” kata salah satu polisi di lokasi saat ditanyai.
Sebelumnya, Greenpeace Indonesia menggelar aksi dengan membawa monster oligarki raksasa di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat pada hari ini.
Berdasarkan pantauan, monster oligarki raksasa yang bentuknya menyerupai gurita itu berada di dalam kolam Bundaran HI sejak pukul 05.00 WIB pagi. Monster itu berwarna oranye dengan bertuliskan “oligarki” di badannya.
Sekitar 12 anggota Greenpeace menyelam ke dalam kolam Bundaran HI dan membawa poster berisi kritik. Beberapa kritik itu berbunyi, “Pilih Bumi , Bukan Oligarki”.
Lalu ada juga tulisan “Pemilu Tanpa Oligarki” dan “Vote For Climate not Oligarchy”.
Terdapat juga beberapa poster kritik terkait kerusakan lingkungan dan udara seperti “Tercekik Polusi Udara, Tercekik Kabut Asap Karhutla”.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik menyebut pihaknya mendesak para capres-cawapres memiliki komitmen yang serius dan konkret untuk berpihak kepada rakyat dan melepaskan diri dari agenda-agenda oligarki.
“Rakyat sudah merasakan dampak buruk dari menguatnya kekuatan ekonomi-politik oligarki di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” kata Iqbal.
“Seperti terancamnya demokrasi dan pelindungan lingkungan hidup, serta perampasan ruang hidup masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya,” imbuhnya.
Iqbal menyebut Pemilu 2024 berlangsung di tengah ancaman krisis iklim yang makin nyata. PBB bahkan menyebut bumi sudah memasuki era pendidihan global atau global boiling.
“Para pemimpin yang menjabat hari ini dan di masa mendatang harus berkomitmen melakukan aksi iklim yang serius, nyata, dan ambisius demi menyelamatkan bumi,” ujarnya.
Iqbal mengatakam pemilu kerap kali menjadi momentum bagi oligarki untuk melanggengkan pengaruh dan kekuasaan mereka. Oligarki, katanya, berinvestasi dengan membiayai para kandidat capres dan cawapres, calon anggota legislatif, calon kepala daerah, partai politik, bahkan dengan ikut maju di pemilu.
Lebih lanjut, Iqbal menyampaikan kepentingan oligarki sudah begitu kuat mencengkeram tata kelola pemerintahan di Indonesia dan membajak proses pembuatan kebijakan.
Menurutnya, pengesahan serangkaian regulasi bermasalah seperti revisi UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan UU Cipta Kerja menjadi buktinya. Begitu juga kebijakan bermasalah lain yang diduga menguntungkan pengusaha di lingkaran kekuasaan.
“Seperti dibukanya kran izin ekspor pasir laut, masuknya batubara dan sawit dalam taksonomi hijau, hingga yang berkedok proyek strategis nasional seperti pembangunan lumbung pangan (food estate), wisata premium Pulau Komodo, dan Rempang Eco City,” pungkasnya. [wip]