(IslamToday ID)— Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA mengatakan pemerintah Indonesia mendukung resolusi PBB dalam memerangi Islamophobia dan menjadikan tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia. Maka sebagai bukti keseriusan dukungan itu wajar bila Indonesia perlu memiliki UU Anti-Islamofobia.
UU ini diperlukan agar tidak terjadi perilaku pengekangan bahkan perlawanan di masyarakat yang membuka terjadinya perilaku pengadilan jalanan yang inkonstitusional. Karena itu perlu diupayakan penyusunan dan pengusulan RUU Anti-Islamofobia baik oleh Pemerintah, DPR maupun masyarakat.
“Kami sangat mendukung adanya kajian untuk menghadirkan Rancangan Undang-Undang Anti Islamofobia sebagaimana dilakukan oleh MUI maupun masyarakat kampus seperti Universitas Muhammadiyah Prof HAMKA hari ini,” kata HNW ketika menjadi panelis Orasi Kemanusiaan “Islamofobia, Duri Dalam Peradaban” yang disampaikan Prof. Dr. Sudharnoto Abdul Hakim, MA (Ketua Hubungan dan Kerjasama Internasional MUI Pusat) di Aula AR Fachrudin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uhamka, Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Menurut HNW, di dunia sudah ada UU Anti-Semitism dan sudah diberlakukan di beberapa negara. Maka wajar saja bila dihadirkan UU Anti Islamophobia. Saat ini, di Amerika, yaitu Senat Amerika sedang mengupayakan untuk menghadirkan satu RUU tentang Anti-Islamofobia. Beberapa negara lain, seperti Kanada, juga sedang mengupayakan hal yang sama. Namun, sampai sekarang, upaya untuk menghadirkan UU Anti-Islamofobia itu belum berhasil.
“Kalau Indonesia memulai penyusunan RUU Anti-Islamofobia, dan kemudian berhasil, saya kira ini merupakan sebuah karya yang luar biasa dari MUI, Pemerintah, DPR dan pihak-pihak lainnya. Tujuan RUU ini adalah untuk menghadirkan keadilan, harmoni, kerukunan, toleransi, gotong royong, ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariyah. Kita menunggu RUU Anti-Islamofobia yang dibuat MUI dan pihak-pihak yang lain, dan kami siap memperjuangkannya di DPR,” ujar Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini.
Dalam orasi kemanusiaan itu, Prof. Dr. Sudharnoto telah memaparkan Islamofobia dari sisi sejarah, perkembangannya, realitas kekinian dalam beragam bentuknya baik dari jenis-jenis Islamofobia maupun dari aktor-aktornya, dan apa yang mesti dilakukan sekarang dan ke depan. HNW menilai Islamofobia bukan lagi “duri peradaban dunia” melainkan racun peradaban dunia. “Islamofobia ini adalah racun yang menghancurkan peradaban dunia,” tegasnya.
HNW menambahkan Indonesia seharusnya tidak terjadi Islamofobia atau seperti yang disebut Prof Sudarnoto dengan istilah soft Islamofobia. Salah satu bentuk Islamofobia dalam konteks politik adalah mengampanyekan ketakutan seperti Pilgub DKI Jakarta tahun 2017.
Pilgub saat itu, para Buzzer mengkampanyekan ketakutan bila Anies Baswedan menang dalam Pilgub DKI Jakarta, maka Jakarta akan berubah mengerikan menjadi seperti Suriah, terjadi radikalisme, terorisme, intoleran.
“Itulah bentuk Islamofobia. Kita menyaksikan semuanya ternyata tidak terbukti,” katanya.
HNW menjelaskan, bentuk Islamofobia yang lain adalah banyaknya perda yang dihapus oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan alasan perda itu adalah Perda Syariah. Padahal, Perda Syariah itu sudah melalui mekanisme yang dibenarkan UU dan mengikuti tradisi demokrasi misalnya musyarawah terbuka di tingkat daerah dan melibatkan partisipasi masyarakat, gubernur, bupati, walikota dan partai-partai yang ada.
“Perda itu dihapus dengan alasan karena syariah. Sekalipun disetujui dan bahkan sudah diundangkan. Itu jenis islamophobia yang menggelisahkan, padahal mestinya tidak terjadi, karena di Bali juga diberlakukan aturan yang khas Hindu seperti soal hari Nyepi, dan tetap bisa diberlakukan,” jelas HNW.
“Agar tidak terjadi keresahan dan agar diamalkanlah keadilab sesuai Pancasila (sila ke 2 dan ke 5) islamophobia penting dikoreksi melalui hadirnya UU yang disepakati,” tutupnya.
Selain Hidayat Nur Wahid, panelis Orasi Kemanusiaan ini adalah Duta Besar Muhsin Syihab, Ph.D (Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga kementetrian Luar Negeri), Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd (Wakil Rektor II Uhamka), dan Ir. H. Agustanzil Sjahroezah, MPA (Wakil Presiden Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam). [khs]