(IslamToday ID) – Ahli Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar menilai pemakzulan terhadap Presiden Jokowi yang bisa menentukan adalah politisi, bukan rakyat dan dengan proses panjang. Menurutnya, memincangkan kekuasaan Jokowi lebih efektif daripada memakzulkannya.
“Dibanding kita bicara pemberhentian Jokowi, lebih penting kita bicara bagaimana memincangkan Jokowi. Seorang presiden mendekati pemilu itu harus dipincangkan biar gak powerfull karena ada beberapa kemungkinan,” kata Zainal dikutip dari YouTube Kompas TV, Ahad (28/1/2024).
“Pertama kalau dia incumbent sangat dimungkinkan dia bisa menggunakan kekuasaannya untuk terpilih lagi. Dua, kalau dia bukan incumbent mungkin dia membela salah satu kandidat dengan cara memanfaatkan kekuasaannya,” lanjutnya.
Ketiga, sangat mungkin presiden melakukan cinderella action, jadi sebelum dia selesai (dengan jabatannya) dia akan mengeluarkan banyak peraturan, penunjukan, dan kebijakan. Dalam penelitian itu terjadi di zaman presiden-presiden sebelumnya di Indonesia.
Sementara, pemakzulan memiliki proses yang rumit dan panjang.
“Untuk menjatuhkan presiden harus dimulai dari hak menyatakan pendapat sekurang-kurangnya dihadiri dua per tiga anggota DPR. Dari yang hadir harus disetujui dua pertiga. Problemnya adalah saya tidak yakin partai-partai seserius itu mau menjatuhkan Pak Jokowi,” papar Zainal.
“Dugaan saya partai-partai pragmatis, kita tidak punya tradisi koalisi oposisi yang permanen, padahal yang menentukan adalah partai,” lanjutnya.
Ia lantas berandai-andai apabila paslon 03 dan 02 yang lolos putaran kedua. “Memang yakin 01 akan pindah ke 03? Gak ada jaminan. Sama kalau 01 dan 02 yang lolos putaran kedua, memangnya 03 pasti hijran ke 01? Hitung-hitungan ujungnya.”
Meski terkesan tidak mungkin dilakukan, tapi isu pemakzulan yang saat ini ramai digaungkan, menurutnya, sangat memenuhi secara hukum apabila ingin dilakukan. Meski ia tidak melihat adanya keterkaitan antara pemakzulan dengan pemilu.
“Kesempatan itu ada. Menurut saya impeachment (pemakzulan) tidak ada kaitannya dengan pemilu. Punya efek politik barangkali iya, tapi kalau bicara soal penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh KPU. Kecuali tuduhan impeachment-nya karena cawe-cawe,” paparnya.
Zainal lantas menduga munculnya isu impeachment yang santer beredar karena Jokowi yang terlalu banyak ikut campur di pemilu.
“Misalnya Jokowi mengundang makan para ketua partai koalisi. Kemudian ketika anaknya berdebat dia (Jokowi) yang harus membela bukan pada porsinya, termasuk ketika Pak Menhan dikejar soal data dia juga membela,” pungkasnya. [ran]