(IslamToday ID) – Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan kritik yang disuarakan para guru besar di Universitas Indonesia (UI) soal pemerintahan Jokowi bukan sekadar protes politik, tapi lebih ke protes peradaban. Yakni memulihkan peradaban demokrasi.
“Ini momentum untuk mendorong sebetulnya keterbukaan, kita lihat bagaimana Pak Jokowi justru tanpa peduli guru-guru besar dari sebulan dua bulan lalu sudah kasih peringatan, malah Pak Jokowi mau bikin semacam koalisi besar,” kata Rocky dikutip dari YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (15/3/2024).
Pembentukan koalisi besar ini yang menurut Rocky menjadi penanda bahwa Jokowi ingin melanggengkan kekuasaannya.
“Itu penanda bahwa dia ingin berkuasa panjang, lama, dan besar. Jadi seolah-olah teguran etis dari kalangan kampus dianggap oleh Pak Jokowi sebagai semacam sihir yang nggak mungkin membuat dia mengerti bahwa dia sedang membangun dinasti, sedang membangun kekuasaan besar, sedang membangun potensi otoriter,” paparnya.
Namun, kini Rocky menyebut bahwa momentum untuk menghentikan Jokowi memperpanjang kekuasannya sudah tiba.
“Jadi semua omongan Moeldoko, Pak Luhut, tidak akan berguna lagi karena kehidupan kita sudah menemukan lagi arus sejarah gerakan akademis. Penanda pertama adalah berkumpulnya pengajar dosen dan mahasiswa akademisi di kampus perjuangan Salemba 4 (UI),” tutur Rocky.
“Di mana-mana ketegangan politik itu akan dimulai ketika kampus mulai menyatakan sikap. Jadi bersiaplah arus besar perubahan yang didasarkan ingin memulihkan demokrasi itu akan dimulai dari kampus-kampus. Jadi Gerindra, Golkar, Demokrat tenang-tenang saja sebetulnya, yang disasar adalah kekuasaan di belakang mereka, kekuasaan Presiden Jokowi,” jelasnya.
Jadi bergabung atau tidak partai-partai yang saat ini menjadi koalisi pemerintahan disebut Rocky tidak memiliki pengaruh terhadap gerakan angket yang saat ini sedang dirancang dan akan digulirkan karena rakyat tetap menganggap Jokowi sebagai perusak demokrasi.
“Jadi ini bukan kemarahan terhadap partai, kemarahan itu justru diarahkan kepada Presiden Jokowi, karena dia yang dinilai oleh kampus sedang membangun otoritarianisme apalagi mau membangun koalisi besar. Itu menghina partai-partai sebetulnya,” pungkasnya. [ran]